Kamis, 25 April 2024

Bawaslu Terima Empat Laporan Dugaan Pelanggaran Terkait Dua Paslon di Surabaya

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Eri Cahyadi-Armuji mendapatkan nomor urut 1 dan Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno mendapat nomor urut 2. Foto: Anton suarasurabaya.net

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Surabaya memproses empat laporan dugaan pelanggaran Pilwali Surabaya 2020 yang berkaitan dua pasangan calon (Paslon).

Pertama, Bawaslu Surabaya menerima laporan dugaan keterlibatan Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jatim dalam kampanye Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno Paslon Nomor Urut 2.

Laporan ini disampaikan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) setempat bahwa Emil tampak hadir dalam kegiatan bersama MA-Mujiaman.

Kehadiran Emil bersama kedua paslon juga terbukti dengan foto yang diunggah akun Instagram pribadi Machfud Arifin @cak.machfudarifin. Mereka sempat berfoto mengacungkan dua jari.

Laporan kedua tentang dugaan politik uang oleh Machfud Arifin berupa bagi-bagi sarung kepada warga di Jambangan. Pelaporan ini disampaikan oleh salah seorang warga Jambangan.

Muhammad Agil Akbar Ketua Bawaslu Surabaya kepada suarasurabaya.net, Senin (5/10/2020) menyampaikan, status pelaporan dua laporan tersebut sudah ada.

Artinya, Bawaslu sudah memintai keterangan pelapor dan sudah berupaya mengklarifikasi laporan itu kepada pihak terlapor. “Lebih lanjut ke divisi penindakan pelanggaran, ya,” ujar Agil.

Sebelumnya, Agil menyampaikan bahwa hari ini proses pembahasan dua laporan itu dalam Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) masuk tahap kedua. Tapi belum ada keputusan.

Selain dua laporan terkait pasangan Nomor Urut 2, Bawaslu juga menerima laporan dugaan pelanggaran terkait Paslon Nomor Urut 1, terutama pada aspek netralitas pejabat publik.

Laporan pertama datang dari seorang warga bernama Antonio Syarif yang menduga adanya ketidaknetralan Wali Kota Surabaya karena condong mendukung salah satu Paslon.

Dugaan itu dititikberatkan pada munculnya gambar Tri Rismaharini pada sebagian besar atribut seperti baliho, spanduk, dan atribut lain terkait Paslon Eri Cahyadi-Armudji.

Bawaslu mengkategorikan atribut itu Non-Alat Peraga Kampanye (APK) karena atribut itu sudah terpasang di sejumlah titik sebelum KPU resmi menetapkan pasangan calon.

Pelapor mengadukan, pemasangan gambar Risma itu berpotensi mengarahkan ASN di lingkungan Pemkot Surabaya agar memilih Paslon tertentu sehingga tidak netral.

Usman Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Surabaya membenarkan, pemasangan atribut menampilkan gambar Risma itu berpotensi melanggar aturan.

“Karena yang ditampilkan hanya foto kepala daerah. Tanpa ada penyebutan nama, jabatan, dan nama parpolnya, sesuai ketentuan APK di PKPU 11,” ujarnya.

Sesuai aturan dalam PKPU 11 itu, pemuatan tokoh dalam APK boleh-boleh saja. Syaratnya, tokoh itu adalah tokoh parpol pendukung. Kalau sebagai kepala daerah tetap rentan melanggar.

“Karena seorang kepala daerah itu dituntut netral. APK itu berpotensi melanggar karena bisa memunculkan anggapan kepala daerah itu mendukung paslon tertentu,” ujarnya.

Memang, yang termuat dalam Peraturan KPU secara tegas, yang dilarang adalah menampilkan foto atau gambar presiden dan wakil presiden. Kepala daerah tidak diatur.

Tetapi, dalam aturan lain disebutkan seorang kepala daerah tidak boleh mengeluarkan kebijakan atau keputusan yang menguntungkan pasangan calon tertentu.

“Nah, APK yang memuat foto Bu Risma itu berpotensi mengarah pada dugaan bahwa kepala daerah menguntungkan paslon tertentu,” katanya.

Seharusnya, kata Usman, justru tidak menjadi masalah kalau di APK itu selain dimuat foto wajah Risma juga disebutkan nama terang dan jabatannya di Parpol pendukung Paslon.

“Beliau kan Ketua DPP Parpol pengusung. Kalau disebutkan malah boleh,” ujarnya. Meski demikian, dia tetap menegaskan, APK itu harus ditertibkan karena terkategori Non-APK.

Sesuai aturan KPU dan Bawaslu, APK yang muncul sebelum masa kampanye bukanlah APK Resmi dan harusnya sudah tidak ada sejak hari pertama masa kampanye.

Terakhir, Bawaslu Surabaya juga menerima laporan dari Novly Bernardo Thyssen Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) soal dugaan ketidaknetralan wali kota Surabaya.

KIPP melaporkan dua hal. Pertama dugaan pemanfaatan Taman Harmoni sebagai fasilitas negara untuk penyerahan rekomendasi PDIP kepada paslon Eri-Armudji.

Kedua, KIPP juga melaporkan tentang pencatutan foto atau gambar Risma dalam atribut reklame Paslon Eri-Armuji baik berupa baliho, spanduk, dan lain-lain.

Bawaslu tetap memproses laporan KIPP itu meskipun salah satu poin terjadi sebelum masa kampanye. Usman menjelaskan, batas kejadian yang bisa dilaporkan enam bulan sebelum penetapan Paslon.

“Jadi laporan KIPP ini ya tetap kami terima dan kami dalami,” ujarnya.(den/tin)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs