Selasa, 23 April 2024

Guru Besar Unair Kritik Wacana Menkes Soal Sertifikat Digital Vaksinasi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Vaksin Covid-19 yang disuntikkan dalam pencanangan vaksinasi di Surabaya. Foto: Anton suarasurabaya.net

Profesor Chairul Anwar Nidom Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengkritik wacana sertifikat digital orang yang sudah divaksin bisa gantikan hasil tes PCR.

Perlu diketahui, wacana sertifikat vaksin digital itu muncul dalam Rapat Kerja Lanjutan Komisi IX DPR RI bersama Budi Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan RI, Kamis 14 Januari lalu di Jakarta.

Masukan soal sertifikat vaksin itu datang dari Aliyah Mustika Ilham Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Demokrat. Budi Sadikin menyambut baik masukan itu dan mewacanakan sertifikat itu berbentuk digital.

Lebih lanjut Menkes mewacanakan, sertifikat digital itu bisa dipakai sebagai syarat bepergian dengan transportasi udara, atau bisa menggantikan surat keterangan hasil test PCR maupun rapid test antigen.

Prof Nidom bilang, Menkes salah kaprah kalau sampai wacana itu terwujud. Efikasi vaksin Covid-19 Sinovac dari hasil uji klinis harus 65 persen. Masih ada kemungkinan, yang sudah vaksin kembali tertular.

Artinya, orang yang sudah disuntik vaksin pun masih berpeluang membawa virus corona (carrier) dan secara otomatis yang bersangkutan masih bisa menularkan virus kepada orang lain.

“Tidak benar pernyataan Menkes, yang sudah divaksin dikasih sertifikat untuk bepergian ke mana-mana tanpa tes PCR. Jangan salahkan masyarakat, kalau yang salah kaprah Menterinya,” kata Nidom.

Hasil uji klinis vaksin Sinovac yang mana efikasinya sekitar 65 persen berarti, vaksin itu hanya menurunkan persentase kemungkinan orang yang sudah divaksin untuk tertular Covid-19.

Nidom menjelaskan, setelah divaksin, kemungkinan orang tertular virus Covid-19 akan menurun 65 persen. Sehingga orang bersangkutan masih punya kemungkinan tertulas sekitar 35 persen.

“Jadi bukan berarti menghilangkan. Sifat vaksinasi ini sebenarnya lebih pada membantu protokol kesehatan,” ujar Nidom, Jumat (22/1/2021).

Guru besar Unair yang sempat mengembangkan obat Covid-19 itu pun mengingatkan pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang membingungkan masyarakat.

“Kalau semuanya membingungkan, virusnya senang. Jadi ada vaksin atau tidak ada vaksin, wajib hukumnya tetap pakai masker. Masker itu wajib ain, bukan sunnah muakad,” katanya.(den/dfn)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 23 April 2024
32o
Kurs