Jumat, 19 April 2024

Nadiem Makarim: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Tangkapan layar Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) pada, Rabu (4/8/2021). Foto: Antara

Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) mengatakan, saat ini Indonesia berada pada situasi darurat kekerasan seksual di perguruan tinggi.

“Kita sedang berada dalam situasi darurat kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Bisa dibilang situasi gawat, kita bukan hanya mengalami pandemi Covid-19 tetapi juga pandemi kekerasan seksual,” ujarnya.

Dia menukil data Komnas Perempuan. Dari total kekerasan seksual di semua jenjang pendidikan, 27 persen di antaranya terjadi di jenjang pendidikan tinggi.

Nadiem menyatakan itu saat meluncurkan Merdeka Belajar episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Jumat (12/11/2021).

Dia kuatkan lagi argumentasi itu dengan menunjukkan hasil survei Kemendikbudristek bahwa 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus.

Sebanyak 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus yang mereka ketahui kepada pihak kampus.

Nadiem menambahkan, pendidikan tinggi saat ini sedang berada pada fenomena gunung es, yang mana jika digaruk sedikit fenomena kekerasan seksual terjadi di semua kampus.

“Pemerintah perlu mengambil langkah melindungi dosen dan mahasiswa maupun tenaga kependidikan dari kekerasan seksual,” kata dia.

Nadiem menambahkan kekerasan seksual paling sulit dibuktikan, tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang pada korban.

Dia mencontohkan bagaimana seorang mahasiswi yang mengalami kekerasan seksual di kampus mencoba melapor tetapi tidak ditanggapi, depresi, dan akhirnya meninggalkan kampus.

Mendikbudristek menegaskan, tidak mungkin kampus bisa menyediakan pembelajaran yang berkualitas, jika dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan tidak merasa aman dan nyaman.

Dampak dari satu kejadian, katanya, bisa dirasakan seumur hidup karena berdampak psikologis seumur hidup.

“Kita sudah memiliki beberapa UU, tetapi memiliki kekosongan pada perguruan tinggi. Kita memiliki UU anak, tapi itu hanya di bawah 18 tahun. Ada UU PKDRT, tapi hanya dalam lingkup rumah tangga, kita punya UU TPPO tapi hanya pada menjerat sindikat perdagangan manusia,” terang dia dikutip dari Antara.

Menurutnya ada kekosongan UU, karena masih ada yang belum terlindungi pada usia di atas 18 tahun, belum atau tidak menikah, dan tidak terjebak sindikat perdagangan manusia.

Untuk itu perlu adanya aturan spesifik dan khusus dalam melindungi warga kampus. Dia juga menyebut ada beberapa keterbatasan dalam penanganan kasus kekerasan seksual dalam KUHP saat ini.

Yakni tidak bisa memfasilitasi identitas korban yang tidak diatur peraturan lain, tidak mengenali kekerasan berbasis gender online (KGBO), dan hanya mengenali perkosaan dan pencabulan.

Padahal civitas akademika dan tenaga kependidikan sangat rentan mengalami KBGO. Karena rentang usia itu pengguna aktif media sosial dan juga perkuliahan di kala pandemi Covid-19 banyak dilakukan secara daring. (ant/wld/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 19 April 2024
29o
Kurs