Jumat, 26 April 2024

BKKBN: Pemenuhan Gizi Calon Pengantin Fokus Pendampingan TPK

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Tangkapan layar Hasto Wardoyo Kepala BKKBN dalam Percepatan Penurunan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (28/12/2022). Foto: Antara

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan pemenuhan gizi calon pengantin
​​​​dan calon pasangan usia subur (PUS) menjadi salah satu fokus utama dalam pendampingan yang dilakukan Tim Pendamping Keluarga (TPK).

“Pencegahan stunting harus dilakukan sejak sebelum menikah. Hal ini dikarenakan tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum nikah, sehingga pada kehamilan yang terjadi berisiko menghasilkan anak stunting,” kata Hasto Wardoyo Kepala BKKBN dalam diskusi ‘Percepatan Penurunan Stunting’ yang diikuti Antara secara daring di Jakarta, Rabu (28/12/2022).

Hasto mengatakan, peningkatan pemenuhan gizi menjadi indikator penentu bagi calon pengantin maupun PUS untuk mencegah kekurangan energi kronis dan anemia yang dapat menyebabkan potensi lahirnya bayi stunting.

Berdasarkan data BKKBN, sebanyak 36,3 persen jumlah remaja putri berusia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik, wanita usia subur (WUS) berusia 15-49 tahun dengan risiko kurang energi kronik masih 33,5 persen dan penyakit anemia pada perempuan sebesar 37,1 persen.

Sesuai amanat yang dituangkan dalam Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 terkait Percepatan Penurunan Stunting, pemenuhan gizi yang digencarkan pemerintah sedang difokuskan pada remaja, calon pengantin atau calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia 0–59 bulan.

Menurutnya, cukup atau kurangnya gizi khususnya pada perempuan dapat diketahui setelah melakukan pemeriksaan kesehatan. Kini oleh pemerintah diwajibkan untuk diikuti selama tiga bulan bersamaan pemberian bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting.

Selain pemeriksaan gizi, calon ibu juga mendapat konseling dan pemeriksaan terkait tinggi badan, berat badan, lingkar lengan dan kadar hemoglobin (Hb) yang dilakukan tiga bulan sebelum menikah. Ini bertujuan untuk memastikan setiap calon pengantin berada di kondisi ideal untuk menikah dan hamil.

“Harapannya faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting pada calon pengantin atau calon PUS dapat teridentifikasi dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil,” ujarnya.

Mengingat krusialnya pemantauan gizi dan kesehatan sejak anak belum dilahirkan, Hasto meminta semua pihak bekerja sama dalam menurunkan angka prevalensi stunting secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi dari tingkat pusat sampai dengan desa.

Termasuk adanya keterlibatan dan pemberdayaan para tokoh dan penyuluh agama untuk menyebarkan niat baik pencegahan serta penanggulangan stunting dalam setiap ceramah.

BKKBN telah bekerja sama dengan Direktorat Bina KUA Kementerian Agama untuk menyusun materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) audio visual sebagai bahan pembelajaran bagi para penyuluh agama dalam melaksanakan KIE stunting.

“Sinergi ini harus dapat diimplentasikan sampai ke lini lapangan, praktiknya harus terlaksana dengan baik,” katanya.(ant/tik/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
31o
Kurs