Selasa, 16 April 2024

Epidemiolog Minta Masyarakat Tidak Samakan Covid-19 dengan Flu Biasa

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Pelaksanaan Vaksin Booster untuk Kader Surabaya di Puskesmas Pegirian. Selasa (25/1/2022) Foto: Diskominfo Surabaya

Dicky Budiman Epidemiolog Griffith University Australia meminta masyarakat untuk tidak menganggap remah dan menyamakan gejala yang disebabkan Covid-19 dengan gejala dari flu biasa.

“Saya sebagai dokter, dulu juga pernah di program HIV/AIDS. Gejalanya sama seperti Covid juga di awal. Tapi apakah itu flu? Kan, bukan. Sama, Covid-19 itu bukan flu dan Covid-19 tidak akan pernah menjadi seperti flu,” kata Dicky seperti dilaporkan Antara, Sabtu (5/2/2022).

Dari sisi penularan, Dicky membenarkan, bila gejala Covid-19 sebagian besar mirip seperti flu biasa. Yakni terjadinya batuk, pilek, bahkan demam.

Namun, ada perbedaan di mana pasien yang positif terinfeksi mengalami gangguan penciuman meskipun pada Omicron tak banyak terjadi. Bahkan punya daya tular yang sangat cepat sehingga Covid-19 tidak akan pernah menjadi seperti flu pada umumnya.

“Gejala seperti flu-nya memang ada. Tapi ini bukan penyakit flu. Perlu diketahui, semua penyakit virus yang parah ini, ya, seperti flu. Ada namanya flu like illness,” katanya.

Dicky menegaskan, apapun varian yang ada pada Covid-19 tidak dapat menular dengan sendirinya selain ditularkan dari orang yang terinfeksi.

Apabila masyarakat abai dan tidak membatasi diri, maka interaksi sosial menjadi tidak terkendali dan berisiko meningkatkan kasus orang yang terpapar di Tanah Air.

Sebab, kata dia, Covid-19 bisa berdampak jangka panjang serta dapat mempengaruhi sekaligus menurunkan kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia. Bila terus berlanjut, pandemi akan menjadi beban dalam perekonomian negara karena adanya potensi long-Covid-19.

Akibatnya, banyak aktivitas dalam masyarakat terpaksa harus diberhentikan, membuka peluang varian baru yang mungkin memiliki sifat lebih ganas muncul kembali dan meningkatkan jumlah orang yang meninggal dunia.

Dicky turut menambahkan, adanya orang yang bergejala ringan sampai tidak bergejala dapat terjadi bukan karena Covid-19 melemah, tetapi karena vaksinasi yang sudah diperluas sampai pada daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.

Terlebih dengan adanya pemberian vaksin booster yang dapat meringankan potensi keparahan tujuh kali lebih rendah dibanding orang yang belum divaksinasi.

Walaupun demikian, semua pihak tidak bisa hanya bergantung pada vaksinasi saja. Adanya upaya menjaga diri melalui penerapan protokol kesehatan juga harus lebih diperkuat supaya jumlah orang yang terinfeksi dapat ditekan.

Disiplin protokol kesehatan itu dapat dilakukan melalui memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir serta menjaga jarak satu sampai dua meter terhadap sesama. Masyarakat juga diimbau untuk menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas yang tidak diperlukan.

Dicky turut menegaskan bahwa masyarakat harus membiasakan diri memahami kondisi tidak hanya melalui media sosial, tetapi juga melalui informasi yang bersumber dari para ahli dan didasari oleh ilmu sains.

Diharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh teori konspirasi atau hoaks yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

“Caranya masih sama di setiap negara, makanya harus diperkuat. Jangan dianggap Omicron sebagai upaya untuk mengimunisasikan. Itu salah kaprah dan berbahaya. Itu tidak etis dan harus diluruskan,” ujar Dicky.(ant/iss/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 16 April 2024
34o
Kurs