Jumat, 26 April 2024

Hendak ke Bali, Tim Pesepeda Greenpeace Dihadang di Probolinggo

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Suasana pertemuan pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace dengan salah satu ormas yang ada di Probolinggo, pada Senin (7/11/2022). Foto: Istimewa

Tim pesepeda “Chasing the Shadow Greenpeace” dihadang dan diintimidasi sekelompok orang dari beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas), yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo, pada Senin (7/11/2022).

Tata Mustasya Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan bahwa sekelompok ormas itu menolak kegiatan bersepeda dan kampanye Chasing the Shadow, yang akan melakukan perjalanan ke Bali setelah singgah dari Surabaya.

“Salah satu teman kami yang ikut dalam rombongan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali,” ucapnya pada suarasurabaya.net, Selasa (8/11/2022).

Surat pernyataan Greenpeace untuk tidak berkampanye di Bali, Senin (7/11/2022). Foto: Istimewa

Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa tim pesepeda Greenpeace, sudah mengalami intimidasi sejak berada di Semarang, dari orang-orang yang tidak dikenal.

“Sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace yang sedang on air di sebuah stasiun radio. Mereka menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Semarang, padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut. Di Semarang, Greenpeace menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik di Gedung Oudetrap Kota Lama,” ucapnya.

Ia menambahkan, perlakukan terhadap tim pesepeda semakin meningkat saat beranjak meninggalkan Semarang.

“Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan. Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, di mana ancaman jika kami melanjutkan perjalanan disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan,” tambahnya.

Ia mengatakan, bahwa hal itu sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi negara ini.

“Dalam melakukan kampanye, kami selalu menerapkan prinsip-prinsip anti kekerasan. Pesan kampanye yang kami bawa dalam kegiatan tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, serta mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan kita, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan,” ucapnya.

Ia menjelaskan, kegiatan bersepeda merupakan salah satu cara Greenpeace mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. “Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim,” tegasnya.

Ia juga menegaskan, tim pesepeda “Chasing the Shadow Greenpeace” hanya ingin menyuarakan bahaya krisis iklim secara damai, kreatif, dan terbuka.

“Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tidak bisa berjalan sendiri untuk menangani krisis iklim dan membutuhkan partisipasi publik. Namun ironisnya partisipasi warga negara untuk menyuarakan krisis iklim dan sekaligus solusinya justru dihadapkan pada tindakan represif dan pembatasan ruang demokrasi,” ucapnya.

Greenpeace mendesak, agar pemerintah menghentikan upaya represif terhadap aktivis yang tengah menyuarakan keadilan iklim.

“Negara harus menjamin kebebasan berpendapat seluruh warganya. Tidak ada Indonesia yang maju dengan masih hadirnya represi terhadap aksi-aksi kreatif untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya. (ris/bil/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
26o
Kurs