Kamis, 25 April 2024

Pengamat: Tidak Harus Liburkan Harpitnas untuk Kembangkan Pariwisata

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi persiapan liburan. Foto: Pixabay

Usulan hari “kejepit”  dijadikan hari libur nasional dari Sandiaga Salahudin Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) ditanggapi berwarna oleh masyarakat.

Sandiaga sendiri mengaku telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan ‘Mondayisation’ dan hari kejepit untuk dijadikan hari libur nasional.

Dari hasil polling yang dilakukan oleh Suara Surabaya Media pada Kamis (12/1/2023) lewat dua medium onair dan online tampak perbedaan. Dengan pertanyaan ‘Setujukah anda dengan usulan menjadikan hari kejepit sebagai hari libur?” pengakses Radio Suara Surabaya mayoritas menjawab tidak setuju.

Sementara, polling yang dilakukan lewat online yakni Instagram menunjukkan hal yang berbeda, 540 dari total 645 responden (82 persen) memilih setuju Kejepitnation jadi hari libur nasional. Sedangkan, dari total 163 pendengar Radio Suara Surabaya baik yang mengudara maupun tidak, sebanyak 101 orang (62 persen) memilih tidak setuju atas usulan Menparekraf tersebut.

Polling Suara Surabaya Media untuk Hari Kejepit Nasional (Harpitnas) Jadi Hari Libur Nasional. Grafis: Bram suarasurabaya.net

Mayoritas pendengar atau responden yang setuju, rata-rata mengaku sebagai pelaku di bidang industri pariwisata. Sementara untuk yang tidak setuju, beberapa justru datang dari kalangan karyawan.

Alasan ketidaksetujuan para karyawan tersebut beragam. Mulai dari kekhawatiran akan menurunnya kinerja karena terlalu sering dimanjakan dengan hari libur, hingga faktor ekonomi seperti mahalnya biaya untuk liburan jarak jauh.

Atas hasil polling tersebut, Agoes Tinus Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra (UC) mengatakan pelaku industri pariwisata sangat menyambut baik, jika kebijakan meliburkan hari kecepit disetujui. Karena, jumlah tamu atau wisatawan dipastikan akan meningkat seiring bertambahnya jangka waktu libur.

Sementara untuk karyawan yang tidak setuju, menurut Agoes Tinus, bisa jadi karena sebagian ada yang upahnya dihitung berdasarkan jam kerja, sampai jadwal libur yang selama ini tidak terpengaruh dengan tanggal merah.

“Produktivitas perusahaan akan menurun. Apalagi temen yang kerja upahnya dibayar berdasarkan jam atau hari ya, mereka bisa tidak menerima bayaran seperti waktu normal,” kata Dekan Fakultas Pariwisata UC itu dalam program Wawasan Suara Surabaya, Kamis pagi.

Lebih dalam tentang upaya meningkatkan pariwisata, Agoestinus mengatakan tiga hal yang harus diperhatikan pemerintah.

Pertama, harusnya pemerintah mulai memberikan insentif pada industri wisata, misalnya tiket pesawat terbang masih tinggi. Bagaimana ini diturunkan, kita jangan cuma diiming-imingi kalau Indonesia kaya wisata seperti Danau Toba, Labuan Bajo dan sebagainya. Kita ingin kesana tapi biayanya mahal. Akhirnya kalau tidak ada uang-nya, ya tidak jadi liburan selama biaya kesana masih mahal,” ucapnya.

Selain itu, kedua harus ada subsidi wisata. Harus jadi pertimbangan pemerintah kalau pada akhirnya menerapkan harpitnas sebagai hari libur nasional. Berikan stimulus transportasi, sampai diskon untuk tempat wisata. Bisa dimulai dari lokasi wisata yang dikelola negara maupun BUMN agar menarik minat wisatawan.

“Berikan diskon khusus untuk lansia, atau momen-momen lain bagi wisatawan supaya menarik,” tambahnya.

Selanjutnya yang terakhir, adalah perbaikan infrastruktur tempat pariwisata yang menurutnya juga harus segera diperbaiki agar wisatawan semakin yakin untuk datang ke tempat-tempat tersebut.

Kata Agoes Tinus, jangan hanya spot utama wisatanya saja yang memumpuni, namun mulai dari akses hingga kawasan sekitarnya juga harus ikut disempurnakan.

“Contohnya waktu Pak Jokowi meresmikan Pelabuhan Sanur yang 2022 yang memang bagus sekali. Sanurnya bagus, tapi Nusa Penida-nya masih banyak beberapa yang rusak, ini yang tidak sinkron,” jelasnya.

Kepada pemerintah daerah, pengamat pariwisata ini mengapresiasi sejumlah destinasi baru yang dikembangkan pemda setempat. Sehingga saat ini begitu banyak tempat baru, yang tidak perlu biaya tinggi, dan waktu yang lama untuk menikmati waktu senggang, dengan cara liburan tipis-tipis. 

“Banyak sekali lokasi baru, hampir semua kota dan kabupaten punya desa wisata, contohnya di Bromo saat ini punya wahana baru seperti jembatan kaca. Wisata kawah ijen juga sekarang bisa dinikmati seluruh kalangan dengan adanya moda transportasi pendukung, khususnya untuk masyarakat yang tidak kuat berjalan menanjak, banyak pilihan.” terangnya.

Jadi kata Agoes Tinus, kalaupun hari kecepit tidak dijadikan libur nasional dia yakin pariwisata masih akan terus bangkit, apabila pemerintah memperharikan tiga hal, tentang insentif  pada pelaku wisata, diskon untuk wisatakan dan perbaikan infrastruktur.

Liburanpun sekrang tidak harus jauh, waktu yang lama dan biaya yang mahal, asalkan semua bisa menikmati esensi hari libur berkualitas bersama keluarga tercinta. (bil/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs