Puluhan anggota Tim Pengabdian dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) turut menyukseskan program Pulau Bawean bebas penyakit katarak. Kegiatan yang diberi nama “Membuka Lentera Bawean” ini merupakan kerjasama Unusa dengan Eyelink Foundation.
Dalam keterangan yan diterima suarasurabaya.net, Sabtu (18/2/2023), dr. Fifin Kombih selaku tim pengabdian mengungkapkan, pihaknya telah melakukan observasi dan pemeriksaan awal di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Hasilnya, terdapat 296 orang menderita Katarak, 90 orang menderita Pterigium dan 135 penderita Kelainan Refraksi.
“Ratusan orang ini mendapatkan operasi sejak 6–11 Februari, kemarin. Dan terdapat satu keluarga yang mengalami Katarak,” ungkapnya.
Dia menambahkan, relawan Unusa yang berangkat ke Bawean, yakni mulai dari dosen Unusa, dokter muda FK Unusa, dan mahasiswa keperawatan Unusa.
Para dosen dan dokter yang berangkat sekaligus untuk melakukan pengabdian masyarakat, demikian juga dengan para mahasiswanya. Unusa mengirimkan dua tim dalam dua tahap bakti sosial.
Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie Rektor Unusa mengungkapkan bahwa kegiatan ini kedepan tidak hanya untuk Bawean, Gresik, tapi akan dilakukan di daerah-daerah di Jatim.
“Unusa akan men-support kegiatan dalam kegiatan ‘Indonesia Bebas Kebutaan’ yang diinisiasi oleh Eyelink Foundation. Unusa akan menerjunkan mahasiswa perawat dan para dokter muda dan dosen sebagai bagian dari proses pembelajaran,” katanya.
Jazidie, menambahkan, kerja sama ini bagian dari keikustertaan Unusa sebagai perguruan tinggi NU dalam memperingati satu abad NU.
“Kami bersyukur dapat bersama-sama asosiasi dan lembaga terkait serta Eyelink Foundation dapat berkontribusi untuk masyarakat yang memang masih dapat disembuhkan atas kebutaan mereka diderita,” katanya.
Adapun dr. Fitri Romadhiana tim dokter mata Eyelink Foundation, saat pelaksanaan baksos menyebut ditemukan satu keluarga yang mengalami Katarak. Bahkan dua orang anak dari keluarga tersebut mengalami Katarak karena faktor keturunan (Katarak Kongenital).
“Umurnya masih 13 tahun sehingga dia menjadi pasien termuda pada baksos kali ini. Untuk adiknya yang berumur lima tahun tidak bisa kami tangani karena memerlukan prosedur bius total yang hanya bisa dilakukan di rumah sakit,” katanya, Senin (13/2/2023) lalu.
Nurin (13) adalah anak dari Bakar (43). Bakar yang telah mengalami Katarak secara tidak langsung mewariskan pada anaknya. Seperti yang diketahui bahwasanya salah satu penyebab Katarak adalah faktor genetik keluarga.
Untuk memutus rantai ini diperlukan upaya pengobatan dan deteksi dini. Sayangnya lokasi Bawean yang sulit dijangkau menyebabkan akses kesehatan setempat minim.
“Sebenarnya istri juga mengalami gangguan penglihatan Katarak namun takut untuk operasi, Alhamdulillah akhirnya mau di operasi setelah kami melakukan operasi katarak ini,” ungkap Bakar. (bil/ipg)