Kamis, 2 Mei 2024

Unicef Apresiasi Upaya Sekolah Swasta Surabaya Turut Wujudkan Kota Layak Anak

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Pelatihan Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA) atau kursus pencegahan kekerasan di ranah daring yang digelar SMP Santa Maria Surabaya. Foto: Unicef

Perwakilan Unicef di Kota Surabaya mengapresiasi inisiatif beberapa sekolah swasta setempat mengisi jeda antara penilaian akhir dan kelulusan, dengan kegiatan yang mendukung terwujudnya kota layak anak.

“Kegiatan seperti kompetisi olahraga, seni dan musik, class-meeting serta kampanye sadar jender, aman berinternet dan pelatihan anti-perudungan merupakan inisiatif yang tepat dalam mempersiapkan lulusan SD dan SMP di Surabaya bersiap menempuh jenjang pendidikan selanjutnya lewat mengasah 21st century skills yang sesuai dengan tuntutan zaman,” tulis Tubagus Arie Rukmantara, Chief of Java Field Office dalam keterangannya yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (14/6/2023).

Diketahui pada tahun 2019, Unicef lewat kerja sama dengan Oxford Policy Management melakukan survei tentang kecakapan abad XXI kepada anak-anak Indonesia, yang hasilnya merumuskan istilah 6C, yakni character (karakter), citizenship (kewarganegaraan), critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreatif), collaboration (kolaborasi), dan communication (komunikasi) sebagai keahlian yang mereka butuhkan untuk berhasil di masa depan.

Arie menambahkan, soft skills atau keahlian baru tersebut sesuai dengan visi Eri Cahyadi Walikota Surabaya yang ditegaskan pada HUT ke-730 Kota Surabaya 31 Mei yang lalu.

Dalam pidatonya, Wali Kota saat itu menegaskan tujuan Surabaya adalah menjadi Kota Global, Maju, Humanis dan Berkelanjutan. Pememerintah kota pun menggandeng Unicef untuk mendaftarkan Surabaya sebagai anggota Child-Friendly City Initiative atau CFCI atau Kota Layak Anak Dunia.

Arie mencontohkan sekolah seperti SMP Santa Maria Surabaya berinisiatif mengadakan pelatihan Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA) atau kursus pencegahan kekerasan di ranah daring.

Dalam kegiatan itu, seluruh siswa-siswinya yang akan lulus diharapkan lebih mampu melindungi diri dalam berinteraksi di dunia maya dan bijak menggunakan media sosial.

Arie mengatakan, 95 persen anak usia 12-17 tahun di Indonesia mengakses internet minimal dua kali sehari. Namun, di sisi lain, jika kita tidak berhati-hati, internet juga menyimpan risiko untuk anak-anak dan remaja.

“Satu diantara lima anak menemukan konten dewasa secara tidak sengaja  melalui iklan internet, media sosial, mesin pencari sedangkan satu diantara tiga anak Indonesia pernah mengirimkan data pribadi mereka ke orang yang belum pernah mereka temui secara langsung. Apabila literasi digital dan kecakapan bermedia sosial tidak ditingkatkan, internet malah akan jadi ruang berbahaya bagi keamanan anak-anak Surabaya,” terang Arie.

Dia juga mengapresiasi video yang dibuat oleh siswa-siswa Santa Maria Surabaya yang mengirimkan pesan anti-perudungan sambil menegaskan kalau bullying berdampak fatal bagi anak dan pelajar.

“Kemampuan anak-anak membuat konten positif, akan membuat internet dan media sosial kita semakin positif. Tidak perlu menunggu dewasa dan berkuasa untuk mengubah dunia, mulai dari anak-anak Surabaya yang terus membuat konten positif, maka dunia maya akan lebih aman untuk anak kita semua,” lanjut Arie.

Cristina Setia Ningrum Mitra Muda Unicef, menambahkan bahwa perubahan untuk membawa internet positif memang harus dilakukan oleh kaum muda, yang saat ini menjadi mendominasi dunia digital.

“Anak muda sebagai digital native, mayoritas penduduk dunia maya,  memiliki peran penting dalam aksi bersama dalam aksi pencegahan eksploitasi dan penyalahgunaan seksual anak di ranah daring dengan kreativitas dan energi yang dimiliki, ada 100 juta anak muda Indonesia yang ada di ranah virtual. Saatnya mendominasi dengan konten dan nilai-nilai positif,” ujar lulusan Universitas Kristen Satya Wacana yang pernah melatih beberapa kelompok pemuda dan pelajar Surabaya, termasuk siswa-siswi SMP Santa Maria Surabaya itu.

Christina menyebut kedudukan institusi pendidikan swasta sangat penting dan dijamin undang-undang dan hukum negara. Perbedaan yang dimiliki hanya pendirian dan pengelolaannya yang mandiri dan tidak ditangani pemerintah.

“Kelebihan yang dimiliki sekolah swasta ialah kemerdekaan berpikir, tidak harus terpaku pada kurikulum. Maka pada era Merdeka Belajar saat ini, sekolah swasta juga wajib menunjukkan kemerdekaan menunjukkan nilai kebaikan, nilai humanis, nilai global untuk mewujudkan Kota Surabaya sebagai kota dunia yang benar-benar layak untuk semua anak,” tandasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 2 Mei 2024
32o
Kurs