Selasa, 7 Mei 2024

Alasan Jukir Jalan Tunjungan Surabaya Tolak Penerapan QRIS: Pendapatan Turun

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Faisal salah satu jukir di Jalan Tunjungan yang ikut menolak penerapan QRIS, Rabu (10/1/2024). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Usai viralnya aksi paguyuban juru parkir (jukir) yang menolak sosialisasi pemasangan barcode QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) untuk bayar parkir di Jalan Tunjungan beberapa hari lalu, penerapan belum bisa berjalan.

Jeane Taroreh Kepala UPTD Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya menyebut, masih akan rapat lagi untuk menentukan kapan sosialisasi diulang. Terutama lima titik termasuk Jalan Tunjungan yang jadi pilot project.

Sementara Faisal (24 tahun) jukir di Jalan Tunjungan mengaku ikut menolak kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, karena alasan berkurangnya pendapatan.

“Aku 30 (35) persen dapatnya. Kalau misal 200 ribu (pendapatan sehari) aku hanya 60 ribu,” katanya ditemui suarasurabaya.net, Rabu (10/1/2024).

Faisal jukir Jalan Tunjungan saat memarkirkan mobil, Rabu (10/1/2024). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Rata-rata dari penghasilan sehari, dia mengaku bisa mencapai Rp150 ribu selama satu shift berjaga mulai pukul 09.00-16.00 WIB.

Selama ini, lanjutnya, ia hanya wajib setor Rp40 ribu dengan 16 karcis yang diberi Dishub.

“Mau sepi atau ramai tetap setor 40. Sehari Rp150 ribu lebih (pendapatan). Disetor 40 ribu masih ada 110 ribu. Paling ramai bisa Rp200 ribu,” bebernya.

Selama ini, minimnya karcis membuat Faisal tidak memberikan karcis ke pengunjung, kecuali diminta.

“Mobil tarifnya lima ribu, motor dua ribu. Kalau minta dikasih (karcis). Kalau gak ya gak,” terangnya.

Ia mengaku setuju dengan penerapan QRIS asalkan pembagian hasil, presentasenya lebih besar diberikan ke jukir.

“60 (persen) nya buat aku. Kalau nggak, nanti datang, tolak lagi tetap,” tandasnya.

Sementara di kawasan Balai Kota Surabaya yang diklaim dishub sudah diterapkan sejak tahun lalu, jukir mengaku tetap memperbolehkan pengunjung membayar tunai.

“Nggak keberatan (ada kebijakan ini). Saya kadang ada yang tunai, ada QRIS, ada kartu flazz (e-Money), boleh,” kata Sujai (62 tahun), jukir yang digaji Dishub.

Ia mengaku tetap memperbolehkan pembayaran tunai karena memang tidak ada sosialisasi dari Dishub untuk melarang menerima uang. “Belum ada sosialisasi,” katanya.

Pendapatannya sehari memang jauh dibanding di Jalan Tunjungan, tapi berapa pun pendapatannya baik tunai dan non tunai, lanjutnya, diserahkan ke Dishub.

“Sekarang pegawai banyak dipindah jadi agak sepi. Gak sampai Rp100 ribu. Yang diserahkan seadanya. Saya sudah dapat gaji dari Dishub,” jelasnya. (lta/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Selasa, 7 Mei 2024
32o
Kurs