Sabtu, 12 Juli 2025

Menko Yusril: UU 24/1956 dan MoU Helsinki Bukan Acuan Utama Soal Status 4 Pulau Aceh-Sumut

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Yusril Ihza Mahendra Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Foto: Antara

Yusril Ihza Mahendra Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan menyampaikan klarifikasi penting terkait polemik status empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 serta MoU Helsinki bukanlah dasar hukum utama untuk menentukan kepemilikan pulau-pulau tersebut.

Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dalam keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net hari ini, Selasa (17/6/2025), Yusril mengurai alasan kedua instrumen hukum lama itu tidak cukup kuat sebagai rujukan.

“MoU Helsinki menyebut wilayah Aceh sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, tapi UU itu sendiri hanya mengatur bahwa Provinsi Aceh terdiri dari beberapa kabupaten tanpa menyebut batas wilayah yang jelas antara Aceh dan Sumut,” jelas Yusril.

Ia menambahkan, Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, bahkan belum ada ketika UU tersebut diterbitkan. Selain itu, keempat pulau yang jadi persoalan sama sekali tidak disebutkan dalam UU 24/1956 maupun dalam MoU Helsinki.

Menurut Yusril, UU tersebut hanya bisa dijadikan acuan soal keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada 1999. Jadi, untuk masalah batas wilayah, terutama di laut, aturan yang berlaku sekarang adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang sudah mengalami perubahan lewat UU No. 9 Tahun 2015.

“Beberapa peraturan pemekaran daerah sudah mencantumkan titik koordinat batas, tapi ada juga yang belum,” katanya.

Undang-undang memberikan mandat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk mengatur tapal batas melalui Peraturan Mendagri (Permendagri). Sayangnya, sampai saat ini Permendagri yang mengatur batas antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah belum diterbitkan.

“Satu-satunya dokumen yang ada sekarang adalah Keputusan Mendagri yang memasukkan keempat pulau itu ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah,” ungkap Yusril. Keputusan ini yang memicu polemik baru-baru ini.

Yusril memastikan, keputusan Mendagri ini harus direvisi begitu Permendagri soal batas darat dan laut terbit. Namun untuk itu, ia menekankan pentingnya kedua kabupaten dan provinsi duduk bersama membahas batas wilayah. Jika tidak ada kesepakatan, Pemerintah Pusat siap turun tangan.

“Jika tidak berhasil diselesaikan di tingkat daerah, Pemerintah Pusat akan memutuskan,” tegasnya.

Tak hanya itu, Menko Yusril juga menyebut Presiden Prabowo memiliki kewenangan tertinggi untuk mengambil keputusan bila Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut gagal menyepakati solusi. Keputusan Presiden nantinya akan diwujudkan dalam bentuk Instruksi Presiden kepada Mendagri untuk menerbitkan Permendagri yang mengatur tapal batas.

Soal kemungkinan adanya gugatan terhadap Permendagri, Yusril menegaskan prosesnya berbeda. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) tidak memungkinkan, namun pihak-pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.

“Putusan MA bersifat final dan mengikat, jadi persoalan ini bisa diselesaikan secara damai dan bermartabat,” pungkas Yusril.(faz/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Sabtu, 12 Juli 2025
29o
Kurs