
Situasi yang terjadi beberapa pekan ini membuat masyarakat banyak terpapar informasi negatif. Bahkan kadang, ada rasa yang memicu seseorang untuk terus mencari, membaca, atau menonton berbagai konten negatif.
Atika Dian Ariana Dosen Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) menerangkan, fenomena ini dikenal dengan istilah doomscrolling.
Menurut Atika, doomscrolling adalah perilaku kompulsif sebagai manifestasi kecemasan dalam menghadapi ketidakpastian.
“Perilaku ini pada dasarnya didorong oleh sifat dasar manusia yang ingin memahami situasi, sekaligus memastikan mampu menghadapi ancaman,” katanya, Sabtu (20/9/2025).
Dia mengatakan, fenomena ini memang seperti insting bertahan hidup, tapi sebenarnya tidak membantu. Karena orang yang terus terpapar informasi negatif, justru pikiran dan emosinya akan terpengaruh hingga menyebabkan stress.
Atika melanjutkan, dampak lain dari doomscrolling adalah munculnya rasa khawatir berlebih yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan berisiko menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun mental,” ungkapnya.
Untuk mengendalikan doomscrolling, Atika menekankan pentingnya meningkatkan literasi media. Menurutnya, masyarakat perlu memilah dan memilih informasi yang kredibel. Dengan begitu, informasi yang didapat akan bermanfaat untuk memahami situasi.
Selain meningkatkan literasi, masyarakat juga harus melatih membatasi diri dari paparan informasi dengan melakukan aktivitas yang lebih produktif.
“Tapi, jika itu semua belum cukup membantu, perlu juga mencari dukungan dari orang terdekat maupun bantuan profesional,” tutupnya.(kir/bil/ham)