Jumat, 3 Mei 2024

Djarot Sebut MA Lancarkan Strategi Kolonial Devide Et Impera

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Fungsionaris PDIP mulai dari DPC, DPD, DPP berfoto usai konsolidasi di Surabaya. Foto: Istimewa.

Djarot Saiful Hidayat mantan Gubernur DKI Jakarta dari PDI Perjuangan mengatakan, PDI Perjuangan Surabaya terus menyatu dengan seluruh elemen masyarakat Surabaya untuk memenangkan Eri Cahyadi-Armudji guna memastikan satunya arah kemajuan Surabaya sejak Bambang DH, dan Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana.

Sebab, kata Djarot, Eri mampu menunjukkan semua kualitas itu dalam debat kandidat Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020.

“Debat tadi malam menunjukkan kualifikasi kepemimpinan Eri-Armudji, berhadapan dengan Mahfud Arifin yang lebih kedepankan retorika, namun tidak memahami persoalan tata kota, investasi dan juga manajemen pemerintahan yang baik,” ujar Djarot Syaiful Hidayat, Kamis (19/11/2020).

Menurutnya, karena Mahfud Arifin kurang begitu paham pemerintahan yang baik, maka mengapa strategi yang dipakai adalah memecah belah, termasuk mendekati Jagat Hari Seno putra almarhum Pak Sutjipto.

“MA telah melakukan politik devide et empira ala kolonialisme Belanda. Politik pemecah belah selama masa kolonial selalu dilawan oleh seluruh anak bangsa, termasuk NU, Muhammadiyah, dan PNI saat itu. Jadi rasanya kurang elok kalau tim MA menjalankan politik adu domba, termasuk apa yang dilakukan oleh Mat Mochtar. Sebab itu cara kolonial yang ditentang arek-arek Surabaya,” kata Djarot.

DPP Partai telah memecat Mat Mochtar salah satu tokoh penggerak Banteng Ketaton yang menyeberang dukung MA-Mujiaman. Menurut Djarot, DPP memecat Mat Mochtar arena perilakunya yang tidak terpuji.

“Mat Mochtar telah dipecat. Kalau mengaku anggota Partai harus memiliki kesadaran berorganisasi. Eri Cahyadi-Armudji adalah calon PDI Perjuangan. Saya tahu persis bagaimana sebelum mengambil keputusan Ibu Megawati melakukan kontemplasi. Bahkan saat itu agar keputusan benar-benar sesuai harapan rakyat Surabaya, sebulan sebelum Eri-Armudji diumumkan, Ibu Mega tidak mau terima tamu, termasuk Bu Risma. Dengan demikian keputusan benar-benar jernih, tulus, untuk masa depan Kota Surabaya. Eri diputuskan sebagai calon karena kepemimpinannya. Eri adalah sosok muda, berprestasi di Surabaya. Dan sebagai seorang insinyur, mampu membuat perencanaan dan desain kemajuan bagi Surabaya untuk Indonesia dan dunia,” ujar Djarot.

Atas dasar hal tesebut, Djarot Syaiful Hidayat meyakini, bahwa justru ketika Eri-Armudji dikepung, dan lawan yang memiliki begitu banyak logistik dan dana, Surabaya justru semakin bersatu.

“Eri semakin kuat justru karena gemblengan dan kepungan. Apa yang terjadi justru membuktikan bagaimana masyarakat Surabaya memiliki keberanian untuk memilih pemimpin muda yang jujur, berpengalaman,  dan visioner. Jadi ketika Surabaya dikepung, seperti halnya ketika Sekutu mengepung Surabaya, perlawanan rakyat untuk mendukung pemimpin yang baik akan semakin kuat,” kata Djarot. (bid/dfn/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Jumat, 3 Mei 2024
31o
Kurs