Selasa, 15 Oktober 2024

Guru Besar Unair Soroti Majunya Gibran, Hambat Kaderisasi Panjang dan Mekanisme Tak Demokratis

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Departemen Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menyelenggarakan Seminar Nasional dengan Tema “Regresi Demokrasi di Indonesia”, Kamis (23/11/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Dua guru besar Departemen Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) menyoroti majunya Gibran Rakabuming Raka mendampingi Prabowo Subuanto dalam Pilpres 2024 mendatang.

Prof Ramlan Surbakti menilai politik dinasti seharusnya dilarang dan dituangkan dalam aturan.

“Harus ada aturan yang melarang keluarga dari kepala daerah aktif untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum,” jelasnya lewat keterangan pers yang diterima suarasurabaya.net, Sabtu (24/11/2023).

Praktik yang secara tersirat tergambar dari majunya Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya berselang dua hari setelah bergabung.

Begitu juga pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden sebagai mekanisme yang non demokratis. Menghambat proses kaderisasi panjang, yang seharusnya ditempa di lapangan dengan partai-partai politik.

“Realitas pencalonan Gibran ini menghambat proses kaderisasi panjang di mana kader-kader di tempa dalam partai-partai politik. Peristiwa ini harus jadi lesson learn bagi kita semua,” bebernya.

Begitu juga Prof Ikrar Nusa Bhakti juga memberikan pendapat serupa. Soal seharusnya tidak ada warisan kekuasaan.

“Fenomena politisi takut kehilangan pengaruh dan kekuasaan di penghujung kekuasaan. Mereka memilih untuk meneruskan atau mewariskan kekuasaannya. Kalau ayahnya masih menjabat anaknya seharusnya tidak boleh mencalonkan,” tegasnya.

Menurutnya, keikutcampuran Joko Widodo Presiden bisa mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

Ikrar mengkritis tajam sikap-sikap politik Joko Widodo yang berlaku seperti seorang raja.

“Dalam mekanisme konstitusional, kita harus melihat realitas bahwa hakim konstitusi bukan setengah dewa, mereka mempunyai berbagai kepentingan pribadi,” jelasnya.

Harusnya ada penegasan larangan anak kepala daerah dilarang menjadi calon krpapa daerah.

“Aturan yang melarang tersebut erat kaitannya dengan budaya politik Indonesia yang masih berfokus pada sosok aktor dan ikatan tradisional sehingga perlu dilarang. Proses politik Indonesia belum menempatkan kaderisasi politik sebagai komponen penting dalam demokrasi internal partai,” terangnya lagi. (lta/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Selasa, 15 Oktober 2024
27o
Kurs