Selasa, 10 Desember 2024

Dosen UGM Menilai Pengadilan Harusnya Tak Terlibat dalam Proses Politik Elektoral

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Yance Arizona pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (tengah) dalam sebuah forum diskusi pada Jumat 26 Mei 2023. Foto: UGM

Yance Arizona pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai pengadilan seharusnya membatasi diri untuk terlibat dalam proses politik elektoral.

Hal itu menanggapi Mahkamah Agung (MA) yang baru saja mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait minimal batasan usia kepala daerah.

Dilansir dari Antara, ia menjelaskan bahwa berdasarkan pengalaman pengadilan di Amerika, pengadilan seharusnya menghindari diri untuk terlibat dalam proses pengujian peraturan yang akan mengubah aturan Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

“Hal ini disebut dengan The Purcell Principle,” kata Yance Arizona.

Menurutnya, apabila ingin dilakukan perubahan terhadap aturan Pemilu/Pilkada, keputusannya harus diterapkan untuk pemilu berikutnya dan bukan ketika proses pemilihan sedang berlangsung.

Ia mencontohkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ambang batas parlemen empat persen. Diketahui, meski putusan itu dikeluarkan pada 2024, namun penerapannya diberlakukan pada Pemilu 2029.

“Dalam hal ini, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penghapusan atau penurunan ambang batas parlemen sudah tepat karena tidak diberlakukan terhadap Pemilu 2024, tetapi Pemilu 2029,” tutur Yance Arizona.

Diketahui, MA dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024, menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

Adapun Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang digugat oleh Partai Garuda berbunyi, “… berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.”

Sementara itu, Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 berbunyi, “… berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota.”

Pada pertimbangannya, MA menilai bahwa KPU tidak konsisten untuk mengatur waktu penghitungan syarat umur calon kepala daerah. Dalam hal ini, MA membandingkan aturan pada PKPU Nomor 13 Tahun 2010 yang menghitung syarat umur calon kepala daerah sejak pendaftaran pencalonan.

Menurut MA, inkonsistensi itu dapat menimbulkan ketidakadilan bagi warga negara yang ingin mencalonkan diri dan partai politik yang akan mencalonkan kandidat-nya.

MA juga menyandingkan persyaratan umur calon kepala daerah dengan syarat umur jabatan lain di pemerintahan yang dihitung sejak pelantikan.

Sebab itu, MA menyatakan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai “… berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih”.

Pada akhir putusan-nya, MA juga memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020. (ant/saf/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Mobil Seruduk Warung di Jalan Kedungdoro Surabaya

Surabaya
Selasa, 10 Desember 2024
25o
Kurs