Minggu, 20 Juli 2025

Knitting Glitch Jadi Ajang Eksplorasi Musik Lintas Budaya di Surabaya

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kiri ke kanan: Dunia Dalam Analog, Sednoid, dan Gatra Sound saat sharing session, Sabtu (19/7/2025). Foto: Anita Mg suarasurabaya.net

Suara beradu, beat berdentum, dan harmoni tak biasa terdengar di halaman Ruangan Samping Headquarter (RSHQ), Surabaya, pada Sabtu malam (19/7/2025).

“Knitting Glitch”, sebuah pergelaran musik eksperimental hasil kolaborasi Wisma Jerman dan komunitas kreatif Surabaya, mempertemukan empat pemusik lintas pendekatan dan latar budaya dalam satu panggung.

Salah satu yang tampil adalah Sednoid, musisi asal Leipzig, Jerman, yang tengah menjalani residensi seni di Solo. Nama aslinya Konstantin Heuer. Ia dikenal sebagai komposer yang meneliti orkestrasi campuran dan mendalami musik dari gamelan hingga teknik maqam.

“Di Indonesia, saya melihat banyak sekali keragaman musik yang tersaji dengan sangat alami. Saya rasa, kita perlu benar-benar mendengarkannya,” ujarnya dalam sharing session, Sabtu malam.

Ia berharap penonton datang dengan pikiran terbuka, agar bisa merasakan momen-momen magis yang kadang muncul secara tak terduga.

Pada kesempatan itu, Mike Neuber Direktur Wisma Jerman menyampaikan bahwa acara ini merupakan bagian dari upaya memperkuat jembatan budaya Indonesia-Jerman lewat musik.

“Ini kesempatan langka. Konstantin datang ke Indonesia, kami bantu carikan musisi lokal agar bisa saling terkoneksi. Hasilnya ya acara ini, tukar-menukar pengalaman lewat musik eksperimental,” ungkap Mike.

Ia juga berharap penonton datang dengan rasa ingin tahu, agar bisa mengalami sesuatu yang baru dan berbeda.

Sementara itu, di atas panggung, Gatra Sound membawa semangat yang sama. DJ dan produser asal Surabaya ini menggabungkan bunyi-bunyi perkusi tradisional Indonesia seperti Rebana dan Taganing, lalu membalutnya dengan beat techno dari Eropa.

“Buat saya, ini bukan soal genre. Tapi soal mengenalkan budaya lewat suara,” ujar Gatra.

Ia mengaku banyak terinspirasi dari film dan game, bahkan mimpi. “Suasana basement hotel dalam mimpi bisa jadi ide buat bikin lagu,” tutur Gatra.

Musisi lain yang tampil, yakni Dunia Dalam Analog juga menyuarakan kebebasan dalam bermusik. Ia tidak terikat genre dan lebih memilih bereksperimen dengan teknologi.

Dunia Dalam Analog saat tampil membawakan musik elektronik bercita rasa lokal, Sabtu (19/7/2025). Foto: Anita Mg suarasurabaya.net

“Sekarang semua bisa dicampur. Tinggal jalan aja,” ujarnya santai.

Menurut Dhanana Adi Asisten Program Budaya Wisma Jerman, “Knitting Glitch” adalah upaya memperkenalkan musik sebagai bahasa universal yang bisa dijahit dari mana saja.

“Empat musisi ini pendekatannya beda-beda, tapi satu benangnya yakni eksperimentasi. Musik seperti ini mungkin belum bisa dinikmati semua orang, tapi justru dari situ muncul ruang untuk bertanya, mendengar, dan membuka diri,” kata Dhanana.

Malam itu, dari suara-suara yang tidak biasa, tumbuh benih komunikasi lintas batas. Karena musik, sejatinya, memang bukan sekadar hiburan melainkan jembatan rasa. (ata/bil/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Minggu, 20 Juli 2025
24o
Kurs