Selasa, 30 April 2024

Pengamat: Minim Informasi, Masyarakat Hanya Ngitung Benik saat Nyoblos

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan
Ilustrasi. Grafis: suarasurabaya.net

Pemilihan Legislatif 2019 kali ini dinilai kurang greget dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Dari beberapa survey disebutkan masyarakat masih belum punya kecukupan informasi untuk memilih calon legislatif.

Kondisi ini dikhawatirkan mengakibatkan masyarakat bingung dan belum punya pilihan, sehingga hanya ngitung benik (hitung kancing.red) untuk menentukan siapa Caleg yang akan dipilih, kata Suko Widodo Dosen Komunikasi Unair.

“Pemilu itu kan masyarakat memilih pemimpin. Apakah mereka yang dipilih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat? Tapi ternyata mereka tidak terlalu hadir. Kali ini tidak banyak interaksi langsung antara Caleg dengan masyarakat. Regulasi yang sekarang membuat ruang komunikasi Caleg dengan publik kurang,” katanya.

Menuutnya, sumber informasi masyarakat hampir semuanya lewat media sosial. Padahal media sosial tingkat hoaksnya tinggi. Tapi ternyata informasi-informasi yang ada tidak cukup membuat mereka menentukan pilihan.

“Yang ada, orang hanya dipaksa melihat baliho tapi tidak cukup membuat mereka dipilih masyarakat. Orang itu kan dikenal dulu, tertarik baru memilih. Mestinya Caleg bisa memanfaatkan media mainstream, kenalkan diri, visi misi atau kalau mau kontak hubungi kemana,” ujar Suko pada Radio Suara Surabaya.

Padahal, lanjut dia, dalam pemilihan legislatif (Pileg) masyarakat harus memilih 1 dari ratusan Caleg dan dengan fenomena seperti ini mereka pasti bingung memilih.

Memang dengan aturan KPU saat ini, kata dia, ada unsur keadilan, biar tidak ada Caleg yang jor-joran beriklan dan ada yang tidak. Kalau hanya mengandalkan website KPU maka hanya berapa persen yang mengakses.

“Saya kuatir anak muda khususnya hanya mengandalkan media sosial yang tidak kredibel informasinya. Mengakibatkan ke depan, mereka makin meninggalkan politik. Para calon ini memanfaatkan media sosial tapi tidak banyak yang menjadikannya untuk ajang kreatif,” ujarnya.

Dan akhirnya, kata Suko, kualitas pemilu di Indonesia akhirnya dipertanyakan karena pemilih bingung memilih. Harusnya orang memilih karena pertimbangan visi misi dan program kerja.

“Jadinya orang memilih bukan karena kualitas tapi karena hubungan, kenal atau identitas. Parpol kali ini juga cenderung diam, malah konsentrasinya hanya soal Pilpres,” tambahnya. (dwi/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 30 April 2024
28o
Kurs