
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan bahwa pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, berpotensi kuat menimbulkan pelanggaran hak asasi, khususnya di bidang lingkungan hidup.
“Berpotensi sangat kuat menimbulkan adanya pelanggaran HAM, terutama di bidang lingkungan hidup. Setiap warga negara punya hak dan dijamin dalam konstitusi untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat,” kata Anis Hidayah Ketua Komnas HAM RI di kantornya, Jakarta, Jumat (13/6/2025), seperti dilaporkan Antara.
Komnas HAM menegaskan bahwa perusakan lingkungan hidup bertentangan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Berdasarkan data dan fakta awal, Komnas HAM mendapati bahwa terdapat enam pulau kecil di Raja Ampat yang menjadi lokasi penambangan nikel.
Tambang tersebut dimiliki lima perusahaan, yakni PT Gag Nikel (Pulau Gag), PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawei), PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran), PT Nurham (Pulau Waigeo), dan PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun).
Dari lima perusahaan pemilik izin usaha pertambangan (IUP) tersebut, empat di antaranya telah melakukan aktivitas penambangan. Sementara satu perusahaan lainnya, yakni PT Nurham, disebut belum melakukan aktivitas apa pun di Pulau Waigeo.
Menurut Komnas HAM, keenam pulau tersebut termasuk dalam kategori pulau kecil yang seharusnya tidak digunakan untuk aktivitas pertambangan, seperti diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, imbuh Anis, kerusakan lingkungan yang luas dan konflik sumber daya alam juga berpotensi menimbulkan konflik sosial secara horizontal, yakni antara masyarakat yang pro dengan pertambangan dan masyarakat yang kontra.
Komnas HAM juga menyoroti empat izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dicabut pemerintah pada pekan ini. Empat IUP tersebut dimiliki PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Pencabutan IUP disebut Komnas HAM sebagai langkah maju untuk menghentikan perusakan lingkungan hidup. Namun, upaya tersebut dinilai perlu diikuti dengan langkah-langkah konkret pemulihan hak-hak masyarakat setempat, termasuk restorasi bekas lokasi tambang.
Oleh karenanya, Anis menegaskan bahwa Komnas HAM menaruh atensi serius terhadap kasus ini. Pihaknya juga akan turun langsung memantau dan menyelidiki pertambangan nikel di Raja Ampat pada pekan depan.
“Dari pemantauan itulah nanti kami akan mendapatkan fakta-fakta informasi lebih lanjut tentang seluruh proses, ya, terkait bagaimana situasi di sana, bagaimana kondisi masyarakat, bagaimana proses perizinan dan lain-lain,” tutur Anis.(ant/iss)