
Kepolisian Resor (Polres) Tulungagung mengungkap ada lima kasus pencabulan terhadap anak dalam dua bulan terakhir. Dari lima kasus itu, sebanyak 19 anak tercatat menjadi korban.
AKBP Taat Resdi Kapolres Tulungagung, Jumat (13/6/2025), menjelaskan kasus terbanyak terjadi di sebuah pondok pesantren di wilayah Ngunut, dengan sembilan korban berusia antara delapan hingga 12 tahun. Pelakunya adalah seorang pengajar berusia 25 tahun yang kini telah diamankan polisi.
“Kasus kedua terjadi di Kecamatan Bandung, dengan tujuh korban berusia enam sampai sembilan tahun. Pelakunya merupakan tetangga korban, pria berusia 39 tahun,” ujar AKBP Taat dilansir Antara.
Satu kasus lainnya terjadi di Kecamatan Kedungwaru, dengan korban seorang anak perempuan berusia 8 tahun. Pelaku juga merupakan tetangga korban, berusia 46 tahun.
Dua kasus lain melibatkan pelaku yang merupakan ayah kandung dan ayah tiri korban. Kedua korban masing-masing berusia 16 tahun, berasal dari wilayah Kecamatan Pakel dan Sumbergempol.
“Dalam pemeriksaan psikologis, satu pelaku diketahui memiliki kecenderungan pedofilia dan pernah mengalami kekerasan seksual saat kecil. Rata-rata pelaku mengaku tidak bisa mengendalikan diri setelah menonton film dewasa,” jelasnya.
Dari seluruh kasus tersebut, polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 81 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 82 ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Sementara itu, Dwi Yanuarti Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas KB dan PPA Tulungagung, menyampaikan bahwa tren kekerasan terhadap anak di Tulungagung tergolong tinggi. Sepanjang 2024, terdapat 50 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
“Sebagian besar terjadi di lingkungan terdekat korban, baik keluarga maupun tetangga. Trauma psikologis pada korban bisa berlangsung lama bahkan hingga dewasa,” jelas Dwi.
Kata Dwi, pihaknya saat ini terus melakukan pendampingan kepada para korban, termasuk memberi perhatian khusus pada kondisi lingkungan sosial anak agar proses pemulihan berjalan maksimal. (ant/bil/ipg)