
Ariston Tjendra pengamat pasar uang menilai efek dari perang Iran dengan Israel masih menjadi faktor pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah.
“Kita lihat pagi ini indeks dolar AS (Amerika Serikat) bergerak lebih tinggi dibandingkan kemarin, 98,77 versus 98,20. Ini efek dari konflik perang Iran Israel yang belum berhenti dan AS yang mulai mengintervensi membantu Israel,” ucapnya dilansir dari Antara, Rabu (18/6/2025).
Di sisi lain, pasar juga menantikan hasil rapat moneter Federal Reserve (The Fed) yang kemungkinan lebih dovish atau mendukung pelonggaran ke depan.
Alasan ini didasari kondisi bahwa ekonomi AS mengalami tekanan, sehingga para pelaku pasar berekspektasi demikian.
“Kalau ini terjadi, dolar malah bisa tertekan,” ujarnya.
Menimbang faktor tersebut, dolar AS berpotensi takkan bergerak terlalu kuat hari ini terhadap rupiah karena ada sentimen The Fed yang bisa menahan penguatan dolar AS.
“Potensi pelemahan rupiah ke arah Rp16.300, dengan support di kisaran Rp16.250,” kata Aris.
Untuk sentimen domestik, dia memprediksi keputusan suku bunga acuan (BI Rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait suku bunga acuan (BI-Rate) yang dijadwalkan hari ini akan tetap.
“Apalagi sekarang ada perang baru, (sehingga kecil kemungkinan suku bunga dipangkas),” ungkapnya.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Rabu pagi di Jakarta melemah sebesar 13 poin atau 0,08 persen menjadi Rp16.303 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.290 per dolar AS. (ant/saf/ipg)