Senin, 4 Agustus 2025

Ketua AMDI: Kafe Tak Perlu Takut Putar Lagu Indonesia Lewat Radio, Kami Sudah Bayar Royalti

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi radio. Foto: Pixabay

Kebijakan soal royalti lagu yang diputar di tempat umum kembali jadi sorotan. Belakangan, sejumlah pelaku usaha seperti pemilik kafe dan restoran memilih untuk tak lagi memutar lagu-lagu Indonesia karena khawatir terkena tuntutan royalti dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Bahkan, di beberapa tempat, disebut lebih memilih memutar lagu-lagu instrumental atau lagu luar negeri. Menanggapi fenomena ini, Awan Yudha Ketua Asosiasi Music Director Indonesia (AMDI), buka suara.

Awan menjelaskan dari sisi industri radio, sebetulnya sudah ada kewajiban membayar royalti yang sudah dijalankan. Skemanya, melalui kolektif yang difasilitasi Perkumpulan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Maka dari itu, ia menilai kalau ada kafe atau tempat usaha yang memutar radio, maka seharusnya tidak perlu membayar royalti lagi untuk lagu yang diputar dari siaran radio tersebut.

“Radio sudah membayar. Tapi apakah nanti ada bentuk kerja sama yang bisa disampaikan atau dikerjasamakan antara tempat usaha dengan radio, itu mungkin bisa saja terjadi,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Senin (4/8/2025).

Di sisi lain, Awan mengaku melihat fenomena ini sebagai peluang besar untuk menjalin sinergi antara pelaku industri musik, media, dan UMKM.

“Sebenarnya kan wacana aktivitas seperti ini dari dulu sudah pernah dijalankan ya. Banyak tempat-tempat yang nge-relay, maksudnya memutarkan radio untuk tempat usahanya. Peluangnya bagus banget ya untuk radio, karena radio sekarang lagi mencoba untuk comeback lagi, upgrade again,” jelasnya.

Ia berharap ada bentuk kerja sama saling menguntungkan antara tempat usaha dan radio. Tujuannya agar musisi tetap mendapat haknya, pengusaha tetap bisa memutar lagu, dan radio pun mendapatkan positioning baru di tengah masyarakat.

“Harusnya sih win-win solution ya. Karena mungkin juga pengusaha tempat restoran dan lainnya juga mungkin pengennya boleh bayar royalti tapi jangan yang terlalu besar. Karena kalau mau buka-bukain masalah tentang dapur tempat usaha sama LMK juga kan agak sulit juga ya, itu sangat sensitif banget,” tegas Awan.

Pada kesempatan itu ia juga menyoroti fenomena di Bandung, di mana sejumlah kafe disebut memilih tidak memutar lagu Indonesia karena takut dituntut royalti.

“Ada beberapa kasus dari tempat usaha yang kena blacklist atau kena resomasi. Jadi mungkin sudah ada beberapa tempat yang tidak memutarkan tapi lebih memutarkan instrumental,” ungkapnya.

Dari sisi AMDI, Awan menyatakan siap mendukung langkah kolaboratif agar musisi lokal tetap bisa mendapatkan ruang dan apresiasi di negeri sendiri.

“Kalau radio pun harus bekerja sama dengan tempat-tempat usaha, UMKM yang lain-lainnya, kita let’s go lah. Gak ada batasan sih,” tandas Awan.

Tapi dia menekankan pentingnya edukasi dan kolaborasi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. “Semua media ataupun semua platform yang menggunakan lagu atau menggunakan karya cipta para musisi itu emang landasan hukumnya sudah jelas harus bayar royalti,” kata Awan

Ia juga berencana mengadakan pertemuan dengan LMK seperti WAMI dan lainnya dalam waktu dekat untuk mencari solusi terbaik.

“Baiknya biar semua UMKM atau tempat usaha bisa berjalan beriringan dengan musik Indonesia. Karena menurut saya juga kasihan ya kalau musisi kita gak dibuterin, lebih baik musisi barat. Miris banget sih menurut saya,” pungkasnya. (bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Senin, 4 Agustus 2025
30o
Kurs