Minggu, 26 Oktober 2025

Mendagri-Menkeu Satu Tujuan Soal Selisih Data Dana Simpanan Pemda: Dana Daerah Jangan Mengendap

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Purbaya Yudhi Sadewa Menteri Keuangan dan Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025). Foto: Antara

Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menanggapi perbedaan data simpanan pemerintah daerah (pemda) dari Bank Indonesia (BI).

Menurutnya, tidak ada perbedaan prinsip antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kemendagri, melainkan hanya perbedaan teknis dalam metode pelaporan.

Justru, Kemenkeu dan Kemendagri memiliki tujuan yang sama, yakni mendorong agar dana pemda tidak mengendap di perbankan, dan segera digunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Tujuan kami sama, dana daerah jangan mengendap di bank, tapi segera dibelanjakan untuk masyarakat,” ujar Mendagri lewat keterangan resmi yang diterima suarasurabaya.net, Sabtu (25/10/2025).

Tito menjelaskan, selisih sekitar Rp18 triliun antara data yang dirilis Kemenkeu dan Kemendagri adalah hal yang wajar. Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) per Oktober 2025, dana simpanan Pemda tercatat Rp215 triliun. Sementara data Bank Indonesia (BI) yang dikutip Menkeu menunjukkan angka Rp233 triliun per Agustus 2025.

Menurut Tito, selisih dua bulan waktu pelaporan itulah yang menjelaskan perbedaan angka.

“Sangat wajar jika berkurang. Kalau Agustus Rp233 triliun, lalu Oktober Rp215 triliun, artinya Rp18 triliun itu sudah dibelanjakan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Mendagri menegaskan, semangat antara Kemenkeu dan Kemendagri tetap sejalan, yaitu sama-sama ingin mempercepat penyerapan anggaran dan memastikan dana daerah memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

Hestu Cipto Handoyo Dosen Hukum Pemerintahan Daerah Universitas Atma Jaya Yogyakarta mendukung pandangan Mendagri bersama Menkeu yang ingin memastikan dana daerah tidak menumpuk di perbankan.

“Baik Kemenkeu maupun Kemendagri berupaya memperkuat disiplin fiskal daerah. Perbedaan data jangan diartikan perbedaan arah, karena tujuannya tetap sama, memastikan uang daerah bekerja untuk rakyat, bukan mengendap di rekening,” katanya, Jumat (24/10/2025).

Hestu menilai perbedaan angka Rp18 triliun tidak menunjukkan konflik atau penyimpangan, melainkan disebabkan oleh perbedaan teknis dan metodologis dalam pelaporan data.

Dia menyebut, data BI yang digunakan Menkeu menggambarkan posisi simpanan Pemda di bank pada waktu tertentu, umumnya di akhir bulan.

Sementara data yang digunakan Mendagri melalui SIPD bersumber dari laporan administratif Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), yang bersifat dinamis dan harian, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 70 Tahun 2019.

“SIPD merekam kondisi kas daerah yang terus bergerak, sementara data BI bersifat posisi tetap (cut-off), jadi wajar jika angkanya berbeda,” jelasnya.

Kemudian, Hestu menjabarkan ada tiga faktor utama yang menyebabkan selisih data. Pertama, perbedaan waktu pelaporan (cut-off date) antara BI dan SIPD.

Kedua, perbedaan definisi akun, di mana rekening tertentu yang masih atas nama Pemda bisa jadi bukan kas daerah operasional. Ketiga, kesalahan input atau keterlambatan pelaporan di daerah karena keterbatasan SDM dan sistem.

Semua faktor tersebut, sambung Hestu, bisa diklarifikasi melalui proses rekonsiliasi administratif tanpa harus diasumsikan sebagai pelanggaran.

“Rekonsiliasi data antara ketiga lembaga ini sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara,” tegasnya

Dia menyarankan agar hasil rekonsiliasi nantinya diumumkan bersama oleh BI, Kemenkeu, dan Kemendagri. Sehingga, publik mendapatkan data yang sudah tervalidasi dan tidak menimbulkan tafsir berbeda. (rid/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Surabaya
Minggu, 26 Oktober 2025
26o
Kurs