Sabtu, 20 April 2024

Indonesia Perlu Kembangkan Fesyen Berkelanjutan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Dradjad Wibowo Ketua Umum IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) dalam seminar Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) "Sustainable Manufacturing and Fashion Trend Analysis", di Jalan Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/3/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Dradjad Wibowo Ketua Umum IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) mengatakan, Indonesia sudah saatnya mengembangkan fesyen berkelanjutan (Sustainable Fashion). Hal itu disampaikan Dradjad dalam seminar Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) “Sustainable Manufacturing and Fashion Trend Analysis”, di Jalan Expo Kemayoran, Jakarta.

Menurut dia, satu diantara bahan baku tekstil adalah rayon atau viskosa, sebuah bahan selulosa yang diperoleh dari serat bubur kayu.

“Saat ini rayon menyumbang 12 persen bahan baku tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, poliester 51 persen dan kapas 37 persen,” ujar Dradjad.

Dradjad menjelaskan, Rayon memiliki keunggulan karena nyaman dan enak dipakai, baik di dalam maupun luar ruangan. Rayon juga cocok untuk Fesyen Berkelanjutan karena mudah didaur-ulang. Bahan bakunya pun bisa diambil dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikelola secara lestari.

Dradjad yang juga anggota Dewan Kehormatan (Wanhor) Partai Amanat Nasional itu mengatakan, pada awal 2019 ini di Indonesia terdapat 3,9 juta hektar HTI yang sudah bersertifikat lestari. Sertifikatnya berasal dari IFCC, yang merupakan bagian dari PEFC yang berbasis di Jenewa.

“PEFC adalah skema sertifikasi hutan lestari terbesar di dunia. Saat ini di seluruh dunia terdapat 309 juta hektar hutan bersertifikat PEFC, dengan 750 ribu lebih pemilik hutan dan hampir 21000 perusahaan pengolahan hasil hutan,” kata dia.

Sertifikat PECF,menurut Dradjad, sudah dipakai oleh berbagai perusahaan multinasional dan merek-merek terkenal dunia. Satu diantara maskapai penerbangan terbesar di Asia juga memakai sertifikat IFCC/PEFC.

Dalam seminar yang dihadiri pelaku TPT dan fesyen dari Asia dan Eropa itu, Dradjad mendorong agar mereka menggunakan rayon yang berasal dari hutan lestari. Apalagi, Indonesia sudah mempunyai pabrik besar penghasil rayon yang bersertifikat IFCC/PEFC, yaitu Asia Pacific Rayon (APR), dengan kapasitas 250 ribu ton per tahun.

“Fesyen Berkelanjutan bisa membantu merek fesyen Indonesia menembus pasar dunia. Ini karena, beberapa peritel global sudah mulai menerapkan syarat Sustainable Fashion atau Ethical Fashion,” tegas Dradjad.

Dradjad mengingatkan, rakyat Indonesia sebagai konsumen produk fesyen sebenarnya memiliki kekuasaan. Mereka bisa memilih membelanjakan uangnya untuk produk yang ramah lingkungan atau yang merusak.

“Rakyat Indonesia bisa berperan aktif dalam mengatasi perubahan iklim dengan berbelanja produk ramah lingkungan, khususnya produk Fesyen Berkelanjutan,” imbuhnya.

Sekadar diketahui, Inisiatif Forests for fashion pertama kali diluncurkan pada tahun 2014 oleh the United Nation Economic Commission for Europe (UNECE) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Sejak itu berbagai inisiatif muncul dan menuangkan berbagai konsep agar pola keberlanjutan hutan dapat mendorong industri fashion yang ramah lingkungan.

Fashion selama ini tidak selalu memiliki citra yang ramah lingkungan. Ini sering dikaitkan dengan mempromosikan konsumsi yang berlebihan dan tidak berkelanjutan, menggunakan bahan bahan yang tidak ramah lingkungan, dan dalam banyak kasus mengandalkan kondisi tenaga kerja dibawah umur, upah rendah, jam kerja tinggi serta pelecehan seksual.

Selain itu industri tekstil juga dikonfirmasi menjadi sumber utama polusi seperti poliester, nilon dan akrilik, yang harus dicuci setiap tahun dimana microfibre plastiknya berakhir dilautan seluruh dunia mencapai 500.000 ton.

Mode/fashion yang ramah lingkungan saat ini sedang menjadi topik yang sangat diperdebatkan dan semakin banyak dibahas di media dan seminar di seluruh dunia. Semakin banyak perusahaan pakaian mengubah model bisnis mereka dan meningkatkan kesadaran untuk mengurangi dampak lingkungan menyeluruh pada rantai pasokan, meningkatkan kondisi sosial dilingkungan pabrik termasuk didalamnya kesehatan dan kesejahteraan pekerjanya.

Dari perdebatan yang berkembang, dirasakan perlu untuk mengembalikan fungsi tradisional mode/fashion dimana tekstil harus terbuat dari bahan berkualitas tinggi dan tahan lama baik dari kualitas bahan maupun model yang eksis dalam jangka waktu cukup lama dan mengurangi kecepatan produksi tren baru. Sebagai perbandingan, memperpanjang umur sebuah mode/fashion tekstil dengan umur rata-rata pemakaian 9 bulan dapat mengurangi jejak karbon, air dan limbah sebesar 20-30 persen.(faz/tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 20 April 2024
32o
Kurs