Kamis, 28 Maret 2024

Profesor Indiana University of Pennsylvania: Sulit Menemukan Radio Seperti SS di Amerika

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Prof. Nurhaya Muchtar, pengajar di Indiana University of Pennsylvania, Amerika Serikat berdiskusi santai bersama kru Suara Surabaya (SS) Media pada Selasa (22/6/2021) di Communal Space Suara Surabaya Centre. Foto: Dimas suarasurabaya.net

Prof. Nurhaya Muchtar, pengajar di Indiana University of Pennsylvania, Amerika Serikat berdiskusi santai bersama kru Suara Surabaya (SS) Media pada Selasa (22/6/2021) di Communal Space Suara Surabaya Centre.

Perempuan yang menyelesaikan studi strata-2 dan strata-3 di Amerika ini menceritakan bagaimana dunia jurnalistik dan radio 20 tahun lalu mengubah Amerika dan membelahnya menjadi dua kubu yaitu Demokrat dan Republik.

Saat ini, menurutnya, pola pikir masyarakat Amerika khususnya pemangku media menganggap uang lebih penting ketimbang informasi.

“Amerika itu lebih memikirkan ekspansi dan melupakan informasi, akhirnya masyarakat terbagi menjadi dua,” katanya Aya Muchtar sapaan akrab Nurhaya.

“Sekarang itu jadi sulit menemukan radio seperti SS (Suara Surabaya–red) di Amerika, kalau di Amerika ini isinya kebanyakan musik, sementara talk radio cenderung konservatif atau liberal,” tambahnya.

Suasana diskusi santai dengan Prof. Aya Muchtar, pengajar di Indiana University of Pennsylvania, Amerika Serikat bersama kru SS Media, Selasa (22/6/2021) di Communal Space Suara Surabaya Centre. Foto: SS Media

Ia mengatakan, radio Amerika terbagi menjadi tiga yaitu radio swasta, publik, dan komunitas, termasuk di antaranya radio kampus dan radio berlatang belakang keagamaan.

Menurutnya, orang-orang berpendidikan lebih cenderung mendengarkan radio publik. Sementara radio menciptakan stereotype orang itu sendiri.

“Di Amerika itu kita bisa judge orang lain dari media yang kita dengar. Itu yang jelek,” ungkap perempuan yang pernah bekerja di VOA ini.

Di era seperti ini, semua media di mana pun harus melakukan konvergensi agar tetap eksis, seperti di Amerika.

“Kalau buat saya konvergensi satu sisi suatu anugerah, tapi di pihak lain merupakan suatu hal yang harus hati-hati,” jelasnya.

Prof. Aya Muchtar (duduk di kursi) saat mengunjungi Suara Surabaya Media, Selasa (22/6/2021). Foto: Martha suarasurabaya.net

Ia mencontohkan di Amerika, saat ini reporter radio sudah mulai berkurang sehingga informasi yang disajikan di radio tidak variatif karena terus diulang-ulang. Sedangkan di sisi lain menurutnya, menguntungkan bagi para manajer perusahaan. “Para manajer lihatnya opportunity hire-nya jadi sedikit,” tambahnya.

Konvergensi yang membuat media sosial bisa diakses kapan saja ini membuat pekerja difokuskan pada media sosial, bukan pencari informasi di lapangan atau reporter. Ia menjelaskan, negara kapitalis yang melakukan konvergensi ini berdampak pada polarisasi yang semakin gawat.

Dalam kacamatanya, seorang yang pernah menjadi jurnalis ini melihat konvergensi di Amerika juga membuat media-media di sana melupakan public interest, dan beritanya berkiblat pada ekspansi teknologi dan berita entertain.

Menurut pandangannya, salah satu media besar di Amerika, CNN, yang sempat menyebarkan reporter ke belahan dunia, saat ini telah mengurangi banyak reporternya dan gaya pemberitaannya lebih entertain. “CNN terpaksa merangkul seperti itu, kalau tidak, akan kehilangan uang,” jelasnya.

Namun, ia mengakui keuangan media di Amerika masih lebih bagus daripada di Indonesia. Media di sana banyak yang membuat berita feature karena ada informasi sekaligus uang di dalamnya.

Tak hanya itu, berbeda dengan Indonesia, meski masih di situasi pandemi, media-media Amerika mampu bertahan juga karena memiliki banyak stimulus (sumber keuangan).

Ia meminta kru Suara Surabaya Media turut mengambil sisi positif dari media-media di Amerika dari segi pengelolaan keuangan namun tetap mengutamakan informasi.

“Sayangnya sekarang di Amerika tidak seperti SS, berarti kita adopsi yang bagus,” ungkapnya.

Jika Amerika mengutamakan reach (capaian jumlah) pendengar, SS mampu fokus pada engagement, seperti seberapa lama pendengar bertahan di SS daripada melihat reach-nya. Hal inilah yang diapresiasi Prof. Aya (sapaan akrab Prof. Nurhaya Muchtar) pada kru SS dan berusaha diterapkan kepada mahasiswanya agar mementingkan kedalaman dan variasi informasi.

Ia menjelaskan tantangan media saat ini agar memasukkan unsur yang tidak melupakan dan mengadaptasi informasi melalui medianya untuk meningkatkan engagement dan kepercayaan masyarakat. Ia juga meyakini radio akan terus ada karena paling bisa dijangkau di manapun dan radio masih punya kekuatan besar bagi pendengarnya.

“Saya harap SS bisa terus maju, yang penting cara SS gimana untuk memertahankan itu,” pungkasnya.(frh/dfn/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 28 Maret 2024
27o
Kurs