Jumat, 24 Mei 2024

2018 MUI Targetkan Sertifikasi 85 Persen Produk Lokal

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Alat pendeteksi halal dipamerkan di ITS Surabaya usai seminar. Foto: humas ITS Surabaya for suarasurabaya.net

Kajian tentang kehalalan yang berlaku di Indonesia dikupas Kamis (24/3/2016) dalam seminar sekaligus menandai diresmikannya Pusat Kajian Halal ITS di Auditorium Pascasarjana ITS.

“Babi memang mutlak haram, sudah tertulis jelas di Alquran. Namun, sapi sebagai hewan yang halal juga bisa menjadi haram apabila asal-asalan cara menyembelihnya,” ujar Maruf Amin dalam seminar.

Inilah yang membuat proses sertifikasi menjadi sesuatu yang penting. Maruf menyebutkan bahwa gagasan untuk mendirikan lembaga sertifikasi halal telah merebak sejak 30 tahun yang lalu.

“Kehawatiran masyarakat berujung pada kegelisahan yang tinggi hingga boikot suatu produk. Isu yang paling panas saat itu salah satunya adalah campuran minyak babi pada makanan tertentu,” ujar Maruf.

Sebelum mengajukan sertifikasi ke MUI, lanjut Maruf suatu produk harus terlebih dulu mendapatkan sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Seperti dibalikkan dari Halallan Toyiban menjadi Toyiban Halallan, artinya bukan halal dulu kemudian baik namun justru baik dulu baru halal,” katanya.

Yang menjadi PR bagi kita bersama, kata Maruf adalah bagaimana memberdayakan masyarakat supaya produk dalam negeri kita tidak kalah saing dalam hal sertifikasi kehalalan. Pemerintah Korea dan China saja sampai menggelontorkan dana besar hanya untuk mewujudkan sertifikasi halal ini.

“Karena efek pasar terhadap sertifikasi ini memang sangat kuat. MUI menargetkan pelayanan sertifikasi gratis untuk usaha kecil dan menengah ke depannya,” kata Maruf.

Bila saat ini sertifikasi halal dilakukan secara sukarela, kedepannya sertifikasi halal ini akan diwajibkan untuk semua produk lokal yang beredar di pasaran Indonesia.

“Sekarang ini baru sekitar 15 persen produk lokal yang telah tersertifikasi. Dan tahun 2018 nanti, MUI menargetkan bisa mencapai 85 persen produk sudah tersertifikasi halal. Bila tidak berlabel halal berarti berlabel haram,” kata Maruf.

Perguruan tinggi, seperti ITS ini dapat turut andil dalam hal sertifikasi. Mulai dari memberikan perhatian terhadap sertifikasi usaha kecil menengah, hingga membantu dalam menganalisa kehalalan suatu produk.

Oleh karena itu, secara pribadi Maruf menyambut baik niatan dari ITS dan perguruan tinggi lainnya untuk turut membantu kinerja MUI dengan mendirikan pusat kajian halal.

Selain Dr KH Maruf Amin Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya Prof Dr H M Roem Rowi MA, dan Kasubdit Produk Halal Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI Hj Siti Aminah SAg MpdI, hadir sebagai pembicara seminar. (tok/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Kecelakaan Bus di Trowulan Mojokerto

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Surabaya
Jumat, 24 Mei 2024
32o
Kurs