Jumat, 14 Juni 2024

Media Massa Turut Andil Ciptakan Sosok Dimas Kanjeng

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan

Suko Widodo, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga menilai media massa khususnya televisi turut andil dalam menciptakan munculnya sosok Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Munculnya banyak sinetron yang menampilkan sosok glamor, berkecukupan tanpa adanya kejelasan pekerjaan menjadi penyebab masyarakat akhirnya terpola untuk ikut memiliki sifat hedon.

“Budaya hedon dan ogah kerja keras yang banyak ditampilkan program-program di media massa menjadi faktor utama penyebab banyaknya orang tergiur dengan iming-iming tak masuk akal dan cenderung menginginkan jalan yang instan,” kata Suko Widodo, ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Rabu (5/10/2016).

Suko yang juga Ketua Pusat Informasi dan Humas Unair ini mengatakan, dengan tayangan yang tak mendidik, media massa telah memiliki andil besar dalam menumbuhkan kultur dekonstruktif di tengah masyarakat.

Para actor yang ditampilkan televisi sebagai orang yang kaya tanpa proses yang jelas. Suka bersenang-senang, dan hidupnya langsung bahagia. Apalagi kini juga bermunculan iklan produk yang menampilkan hal-hal yang serba instan. Mereka yang mau cantik, sehat, pintar, bisa memerolehnya dengan cara gampang. Hanya dengan mengonsumsi produk yang dimaksud.

Apa yang disampaikan melalui media massa itu, berpotensi masuk ke alam bawah sadar manusia dan memengaruhi karakternya. “Kalau di ranah pendidikan, para mahasiswa yang suka copy paste saat membuat tugas kuliah, termasuk golongan orang-orang yang malas seperti ini,” ujar pria asli Madiun ini.

Suko yang juga Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Jawa Timur ini mengatakan, budaya hedon semakin mudah merangsek ke kehidupan manusia karena dibantu dengan kemajuan teknologi. Jejaring sosial dan internet sudah membuat banjir informasi. Bahkan, sampai di tingkat “overload”.

Untuk menyikapi persoalan ini, salah satu hal yang mutlak diperlukan adalah hadirnya pemimpin yang sanggup memberikan teladan dan tak hanya pandai berbicara, apalagi menebar janji belaka.

“Indonesia butuh teladan yang holistik. Pemimpin yang sahaya dan tidak rakus kekuasaan. Pendidikan moral kehidupan dan penegakkan hukum juga selalu menjadi faktor utama untuk mewujudkan negara berkeadilan,” kata dia.

Di sisi lain, negeri ini juga perlu bergerak dengan akselerasi maksimal di segala bidang. Sehingga, tidak melulu menjadi pasar dan berpredikat sebagai konsumen. Untuk itu, pemimpin yang berjiwa besar dan sanggup bersaing sangat dibutuhkan.(fik/ipg)

Berita Terkait

..
Surabaya
Jumat, 14 Juni 2024
29o
Kurs