Selasa, 14 Mei 2024

Nagari Sulit Air, Merantau Untuk Hidup dan Membangun Nagari

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Suasana perayaan hari jadi Nagari Sulit Air yang ke 195 di kapangan Koto Tuo. Foto: Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net

Pada 28 April 2016, Nagari Sulit Air merayakan hari jadinya yang ke 195. Nagari Sulit Air adalah sebuah tempat di sebelah timur kota Padang, tepatnya di kabupaten Solok Sumatra Barat yang memakan waktu minimal 2,5 jam perjalanan dari Padang dengan menggunakan kendaraan.

Nagari (setingkat kecamatan) Sulit Air bukan tempat yang susah mencari air. Ini hanya sebuah nama yang sebelumnya bernama Nagari Saleh (Makmur) Air. Tetapi oleh pemerintah Belanda, kata Saleh diubah menjadi Sulit. Nama “Sulit” dipakai sampai sekarang karena kalau diganti atau dikembalikan nama semula yaitu “Saleh” akan merepotkan administrasi kependudukan.

Penetapan tanggal 28 April sebagai hari jadi ini, juga disetujui oleh Lembaga-lembaga yang ada di Nagari Sulit Air, yaitu wali Nagari Kerapatan Adat Nagari (KAN), Badan Musyawarah Nagari (BMN) dan Majelis Ulama Nagari (MUN) Sulit Air.

Dipilih dan ditetapkannya tanggal tersebut sebagai Hari Jadi Nagari Sulit Air, karena berdasarkan dokumen sejarah, awal Perang Paderi di tanah Minang dimulai pada tanggal 28 April1821, yaitu ketika saat itu penduduk atau masyarakat sulit Air memulai perlawanannya menentang penjajah Belanda di Padang Simawang, yang pada waktu itu menjadi bagian dari wilayah nagari Sulit Air.

Untuk pertama kalinya peringatan Hari Jadi Nagari Sulit Air tersebut diselenggarakan bersama oleh anak nagari dan perantau Sulit Air pada hari Kamis tanggal 28 April 2016.

Jauh sebelumnya, juga berdasarkan tambo (buku) sejarah, yang kemudian ditulis oleh H. Rozali Usman dan Hamdullah Salim dalam sebuah buku, yang kelak kemudian dianggap sebagai leluhur pertama nagari Sulit Air, adalah rombongan yang turun dari arah Pariangan Padang Panjang, yang dipimpin oleh Datuak Mulo Nan Kawi dan istrinya Putri Anggo Hati

Rombongan ini memasuki wilayah dan kemudian bermukim di dataran Koto Tuo Sulit Air sekarang. Mereka kemudian berkembang dalam suatu relasi kehidupan serta adat istiadat sendiri yang lama kelamaan menjadi suatu komunitas adat yang unik, dan sepakat pula membentuk wilayah pemukiman setingkat dusun atau nagari yang belakangan menjadi “Koto” atau Nagari Sulit

Dalam perjalanan kehidupan masyarakat adat sulit Air yang panjang itu, silih berganti pola pemerintahan yang dilalui. Dimulai dari konsep pemerintahan berdasarkan paham adat istiadat asli Minangkabau yang ada, berlanjut ke konsep pemerintahan penjajahan Belanda dan Jepang. Serta bersambung dengan konsep pemerintahan sendiri pasca Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun1945, dengan aneka perubahan sesuai dengan perkembangan politik sesudah itu.

Sementara saat merayakan hari jadi Nagari Sulit Air tersebut, sekitar 6500 warga memenuhi lapangan bola Koto Tua. Perayaan itu dijadikan satu dengan acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI yang dihadiri Oesman Sapta Odang wakil ketua MPR RI dan beberapa anggota lainnya.

Ini merupakan perayaan paling besar dan meriah karena ada pertunjukan perpaduan music modern dengan irama music minang, serta ditampilkan juga hiburan dari Dorce Gamalama artis yang lihai menghibur karena sangat komunikatif dengan bahasa minangnya diselingi banyolan-banyolan yang seru.

Tidak hanya itu, perayaan hari jadi Nagari Sulit Air juga memecahkan rekor MURI karena ada pembuatan samba (gulai) hitam dengan 600 tungku tiap orang yang membuatnya.

Warga Nagari Sulit Air yang jumlahnya sekitar 60 ribu dengan keseluruhan luas daerahnya 80 kilo meter persegi itu, saat ini yang ada hanya sekitar 6 ribu karena sisanya merantau semua.

Tetapi pada perayaan 29 April 2016 kemarin beberapa dari perantau diseluruh Indonesia terutama dari beberapa kota di Sumatra dan Jakarta kembali ke tanah kelahiran mereka untuk menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membangun Nagari Sulit Air.

Bantuan-bantuan itu dari mobil untuk operasional, komputer-komputer, pembangunan infrastruktur sampai membuat program untuk menghajikan atau mengumrohkan penduduk di Nagari Sulit Air.

Tercatat penduduk yang bertahan di Nagari Sulit Air kebanyakan mereka yang sekolah di SD sampai SMU/SMA sedang mereka yang kuliah dan bekerja memilih merantau.

Karena banyak yang merantau, maka pada tahun 1972 Nagari Sulit Air membuat organisasi perantauan yang dinamakan “Sulit Air Sepakat” (SAS) yang terkenal di lingkungan perantau Minangkabau. SAS memiliki cabang lebih dari 80 tempat seantero Nusantara, juga diluar negeri seperti di Melbourne, Sydney, Kuala Lumpur, Singapura dan Amerika Serikat

Pada Nagari Sulit Air ini ada hal yang unik dari dahulu kala yaitu adanya gunung yang mempunyai tebing rata yang vertikal dengan warna merah di sebelah kiri atas dan warna putih di sebelah kanan bawah, persis seperti bendera kebangsaan kita Indonesia. Untuk mencapai ke puncak Gunung Merah-Putih ini di buatkan tangga (dalam bahasa Minang: janjang) sebanyak seribu anak tangga, sehingga lokasi wisata ini dikenal dengan nama “Janjang Saribu”.

Tebing atau Cadas Merah putih ini menjadi inspirasi Mohammad Yamin dalam menentukan Bendera kebangsaan Indonesia yaitu Bendera Merah Putih. Cadas atau Tebing tersebut sampai sekarang warnanya tidak berubah meskipun terkena hujan dan panas sepanjang waktu.

Selain Jannjang Saribu, ada juga Titi Bagonjong, merupakan sebuah jembatan yang menyeberangi Sungai Katialo di tengah-tengah Nagari Sulit Air yang dilengkapi atap bergonjong layaknya seperti Rumah Gadang. Ada masjid terindah di Sumatera Barat pada era tahun 80-an dulu yang diberi nama Masjid Raya Sulit Air. Ada Rumah Gadang yang terpanjang di Sumatera Barat dengan jumlah ruangan atau kamar sebanyak 20 ruang, terkenal dengan nama Rumah Gadang 20 dan banyak lagi yang lain.

Perayaan hari jadi Nagari Sulit Air ke 195 itu kemungkinan merupakan perayaan yang terbesar dan tak mungkin terjadi lagi mengingat sangat sulit menyelenggarakan semeriah seperti tanggal 29 April kemarin.

“Mungkin ini perayaan pertama kali yang paling meriah dan kayaknya sulit terulang lagi. Jalan-jalan sampai macet, penduduk pada berkumpul dan keluar semua. Kami terus terang senang meski jalanan macet, karena situasi meriah ini belum pernah terjadi. Lebaran pun tidak semeriah ini. Dan setelah perayaan ini, besok Nagari Sulit Air akan sepi kembali, dan para perantau yang pulang akan kembali ke perantauan mereka.” ujar seorang wali di Nagari Sulit Air.(faz/dwi)

Teks Foto:
– Pemecahan rekor MURI pembuatan Samba (gulai hitam) saat Nagari Sulit Air merayakan hari jadinya yang ke 195.
Foto: Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Selasa, 14 Mei 2024
29o
Kurs