Jumat, 26 April 2024

Masalah Saham dan Perjanjian Kerja Sama PT STAR

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi - Kondisi Taman Remaja Surabaya setelah disegel pada Rabu (5/9/2018). Foto: Dokumen suarasurabaya.net

PT Sasana Taruna Aneka Ria (PT STAR), perusahaan pengelola Taman Remaja Surabaya (TRS), berdiri berdasarkan perjanjian kerja sama Pemkot Surabaya dengan Far East Organization (Panama) Corporation (FEO) selaku investor asing sekitar 1970-an silam.

Pemkot Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya bermaksud membubarkan perseroan terbatas ini karena beberapa pertimbangan. Salah satunya soal proporsi saham yang tidak sebanding dengan nilai tanah aset Pemkot Surabaya.

Adapun proporsi kedua pemilik saham PT STAR dalam perjanjian yang diperbarui sekitar 1997-an silam, Pemkot Surabaya berhak atas 37,5 persen saham, sedangkan FEO memiliki saham sebesar 62,5 persen.

Maria Theresia Ekawati Rahayu Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya sempat menyebutkan, nilai saham Pemkot Surabaya hanya sekitar Rp249 juta. Sedangkan nilai tanah seluas 1,6 hektare aset Pemkot Surabaya di atas bangunan TRS nilainya sudah Rp139 miliar pada 2012 lalu.

Perempuan yang akrab disapa Yayuk itu mengatakan, Pemkot Surabaya pernah meminta kenaikan saham kepada pihak FEO dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelumnya. Menurutnya, saat itu, pihak FEO tidak sepakat. Dia tidak menyebutkan, kapan pertemuan itu berlangsung.

Didik Harianto Direktur Operasional PT STAR membantah hal ini. Menurutnya, Pemkot Surabaya tidak pernah menyampaikan permintaan kenaikan saham itu di dalam semua RUPS yang digelar selama dia menjabat Direktur Operasional PT STAR sejak 2009 silam.

Dia menyebutkan, RUPS terakhir yang digelar oleh perwakilan dari para pemegang saham PT STAR berlangsung 2016 lalu. Bila masalah saham yang menjadi alasan Pemkot Surabaya membubarkan PT STAR, kata Didik, hal itu harusnya dibicarakan bersama.

“Tapi selama ini, dalam setiap RUPS, Pemkot selalu bilang ‘bubarkan dulu’ (PT STAR). Kami tidak mendapat penjelasan. Seharusnya, kalau ini dibicarakan, hasilnya pasti beda. Tapi itu tadi, Pemkot harus menyampaikan alasan-alasan yang jelas. Kenapa harus bubar? Apa salah saya (FEO)? Dan lainnya,” kata Didik, Rabu (5/9/2018).

Didik mengatakan, pertemuan kedua pemegang saham (FEO dan Pemkot Surabaya) itu perlu dilakukan, karena keduanya masih terikat perjanjian kerja sama yang legal. Salah satu pasal perjanjian itu adalah penggunaan tanah aset Pemkot Surabaya oleh PT STAR yang berlaku hingga 2026 mendatang.

Termuat dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang diajukan Pemkot Surabaya 2008 lalu, akta notaris pendirian PT STAR pada 30 Maret 1976 memang diperbarui beberapa kali pada 1999 dan disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan tertanggal 28 Juli 2000.

Namun, Raperda Penyertaan Modal Pemerintah Daerah ini juga yang menjadi ganjalan Pemkot Surabaya untuk meneruskan perjanjian kerja sama PT STAR. Sebab, sejak diajukan pada 2008 lalu, Raperda yang seharusnya ditandatangani Bambang Dwi Hartono selaku Wali Kota saat itu, tidak pernah disetujui DPRD Surabaya.

Sebagaimana disebutkan Yayuk, Kepala DPBT Kota Surabaya, Raperda ini dikembalikan kepada Pemkot Surabaya. Tepatnya, pada 2010 lalu. Maka menurutnya, landasan hukum penyertaan modal berupa aset tanah kepada PT STAR tidak ada. Inilah alasan Pemkot Surabaya tidak memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) untuk PT STAR.

Didik, Direktur Operasional PT STAR mengatakan, seingatnya hal ini tidak pernah disampaikan oleh Pemkot Surabaya dalam RUPS yang digelar sebelumnya.

“Seingat saya, kalau RUPS (Pemkot Surabaya) lebih fokus bahas usulan pembubaran PT STAR,” katanya.

Di luar tidak adanya Raperda tentang Penyertaan Modal ini, Didik menyebutkan beberapa pasal dalam perjanjian kerja sama Pemkot Surabaya tentang penggunaan tanah yang akan berakhir pada 2026 mendatang.

Pada pasal pertama perjanjian itu, kata Didik, Pemkot Surabaya selaku pihak pertama menyerahkan penggunaan tanah seluas 16 hektare kepada PT STAR sebagai lahan berdirinya Taman Remaja Surabaya.

“Di pasal itu disebutkan, pihak kedua, dalam hal ini PT STAR, berhak memperoleh HGB atas tanah dari pihak pertama untuk jangka waktu selama 20 tahun,” kata Didik.

Selanjutnya, pada pasal 3 perjanjian itu disebutkan tentang perpanjangan HGB. Bila masa berlaku HGB habis, yakni setelah 20 tahun, tanah itu kembali dalam penguasaan pihak pertama dalam hal ini Pemkot Surabaya.

Namun, yang terjadi, perpanjangan HGB sesuai dengan perjanjian itu tidak pernah dikeluarkan oleh Pemkot Surabaya sejak 2006 silam karena alasan dua alasan yang disebutkan oleh Yayuk.

“Makanya harus dibicarakan. Karena di pasal selanjutnya disebutkan cara menyelesaikan perselisihan. Tepatnya di pasal 8 angka 1: Kedua belah pihak (pemegang saham) sepakat menyelesaikan secara musyawarah,” kata Didik.

Surat Menyurat Para Pemegang Saham

Didik Harianto Direktur Operasional PT STAR mengatakan, Richard Chiu selaku Presiden Direktur PT STAR yang juga pemimpin Far East Organization (Panama) Corporation (pemegang saham PT STAR) berkali-kali mengundang Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya untuk bertemu.

Didik menunjukkan beberapa arsip surat menyurat antara kedua belah pihak. Richard Chiu sempat mengajukan perpanjangan HGB pada 2006 silam. Pada September 2013, Pemkot Surabaya yang dipimpin Risma membalas surat itu dengan usulan pembubaran PT STAR. Kemudian, saling balas surat ini terjadi hingga Juli 2015 lalu.

Pada Februari 2014 lalu, Richard Chiu membalas surat usulan pembubaran dari Pemkot Surabaya yang dilayangkan pada Januari 2014.

Isinya, ajakan untuk bertemu disertai beberapa kondisi terakhir bahwa TRS masih menjadi tempat rekreasi populer masyarakat Surabaya, menjadi tempat kreativitas generasi muda, dan memberikan kontribusi berupa CSR kepada masyarakat Surabaya.

Selain itu, PT STAR sebagai pengelola TRS juga masih memberikan deviden sesuai ketentuan bagi Pemkot Surabaya selaku pemegang saham, juga tentang nasib 155 karyawan (saat ini tinggal 80 orang) dan keluarganya bila PT STAR ditutup.

Pemkot Surabaya kembali berkirim surat yang isinya terkesan bukan untuk membalas surat Richard sebelumnya, tapi untuk kembali mengusulkan pembubaran disertai permintaan diadakan RUPS Luar Biasa dengan agenda pembubaran PT STAR.

Richard kembali membalas surat itu dengan isi yang kurang lebih sama. Ajakan untuk bertemu, mengingat mereka (Richard dan Risma) belum pernah saling bertatap muka sejak Risma menjadi Wali Kota Surabaya.

Pertemuan itu, kata Richard dalam suratnya, untuk membicarakan rencana untuk masa depan PT STAR sebagai perusahaan pengelola TRS dan

Selain itu, Richard juga meminta agar Risma dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya menjelaskan alasan kenapa PT STAR harus ditutup, mengingat sejarah kerja sama antara kedua belah pihak yang sudah berlangsung selama lebih dari 45 tahun.

Pada 2015 inilah santer terdengar Pemkot Surabaya akan menutup PT STAR karena menganggap perusahaan ini sudah tidak lagi menguntungkan dan terus merugi.

FEO mengajukan mediasi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berkaitan masalah PT STAR. Rapat itu dijadwalkan pada 9 Mei 2018 lalu, tapi Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya tidak mengonfirmasi kehadirannya.

Ini sebagaimana isi surat pemberitahuan BKPM nomor 104/B.4/A.9/2018 tentang penundaan rapat. Disebutkan di surat itu, rapat yang akan digelar di Kantor BKPM Jakarta itu ditunda karena BKPM belum menerima konfirmasi kehadiran Risma selaku pemegang saham.

“Saya akan menggelar RUPS Luar Biasa, tapi menunggu langkah dari Kuasa Hukum yang mewakili FEO di Surabaya. Karena itu juga saya minta karyawan (PT STAR) bertahan sampai tiga bulan ke depan, menunggu adanya keputusan,” katanya.(den/tin)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
29o
Kurs