Jumat, 3 Mei 2024

Tuntut Penutupan Tambang Liar, Warga Desa Lebakjabung Mojokerto Ingin Bertemu Presiden

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ahmad Yani (45), Sugiantoro (31), dan Heru Prasetyo (26), tiga orang perwakilan warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto perjalanan ke Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi. Foto: Fuad Maja FM untuk suarasurabaya.net

Ahmad Yani (45), Sugiantoro (31), dan Heru Prasetyo (26), tiga orang perwakilan warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto bertekad pergi ke Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi. Mereka berangkat dari desanya kemarin, Selasa (28/1/2020), dengan membawa bendera Merah Putih, tiga tas berisi berkas, dan bekal uang Rp600 ribu hasil donasi warga.

“Kami meminta keadilan kepada presiden agar menghentikan aktivitas penambangan liar di hulu Sungai Seloliman, dekat mata air desa kami,” kata Ahmad Yani kepada Fuad, reporter Maja FM, Rabu (29/1/2020).

Sebagai ganti sumber penghasilan warga yang bekerja di tambang tersebut, sejumlah warga mengusulkan agar desanya dijadikan tempat wisata. “Kami sempat membuka wisata river tubing, yang dikelola warga sendiri, tapi sekarang sudah hancur dirusak galian. Kami sangat tidak menginginkan adanya tambang tersebut. Imbas yang kami khawatirkan adalah bencana banjir bandang dan longsor,” ujarnya.

Yani menceritakan, sebenarnya pemerintah desa sudah pernah mengajukan penutupan tambang ke pejabat tingkat kecamatan sampai Gubernur Jawa Timur, tapi sampai saat ini masih tahapan negosiasi terus menerus.

“Aspirasi sudah kami sampaikan ke kantor gubernur tanggal 20 Januari kemarin, cuma responnya sampai saat ini berbelit-belit, yang katanya ada izinnya. Sedangkan izin tersebut dalam pandangan kami juga cacat hukum karena belum ada perjanjian kerja sama dari Perhutani, maupun surat dari lingkungan hidup,” terangnya.

Yani mengungkapkan, sampai saat ini terdapat dua titik galian yang dijarah, baik secara manual, maupun dengan alat berat. Bahkan, kawasan galian sudah memasuki kawasan hutan lindung setempat dan menimbulkan konflik sosial.

“Sekarang sudah masuk kawasan hutan lindung. Kami sudah siap memperjuangkan mata air yang ada di sana, karena itu kebutuhan kami, kebutuhan kita semua. Air adalah kehidupan. Kami sebagai warga mengharapkan ketentraman, dengan adanya tambang kita diadu domba dengan sesama warga. Pertengkaran antar warga yang pro dan kontra dengan galian c setiap hari terjadi,” ujarnya Yani, yang juga ketua dari pecinta lingkungan hidup Gakkopen.(fad/iss/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Jumat, 3 Mei 2024
29o
Kurs