Jumat, 26 April 2024

Cheat the Covid-19, Siasati Pandemi Dengan Spirit Masa Lalu

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Webinar Cheat the Covid-19, tak cuma menganggap pandemi sebagai kehancuran tetapi juga pencerahan. Foto: Humas Ubaya

Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (FIK Ubaya), lewat webinarnya Cheat the Covid-19, ajak masyarakat khususnya designer dan pelaku usaha kreatif, memahami spirit masa lalu dan disesuaikan dengan lifestyle saat ini menuju new normal.

Menganggap bahwa Covid-19 juga membawa pencerahan-pencerahan, Fakultas Industri Kreatif (FIK) Universitas Surabaya (Ubaya) gelar webinar bertajuk Cheat the Covid part 5, yang diharapkan menginspirasi penikmat dan pelaku usaha kreatif untuk mampu memberikan dampak pada lingkungan.

Viviany, S.Ds., Dosen FIK Ubaya mengajak peserta kembali memikirkan industri fashion di masa depan, lewat Resurrection of fashion industry through collaboration and ethical design.

Pada tajuk itu, Viviany mengajak peserta melihat kembali dampak industri fashion yang dinilai belum sustainable di era pandemi Covid-19 ini. “Industri tekstil terbesar pada jaman 18, segi investasi, jumlah pekerja, dan penghasilan,” terang Viviany.

Pencapaian ini, lanjut Viviany menyembunyikan sejarah kelam, bahwa industri tekstil pada masa itu seringkali mengeksploitasi anak-anak sebagai pekerja karena berbagai hal, satu diantaranya karena biayanya murah.

Fashion pun berkembang pada abad 20 dan kita kenal dalam istilah mass manufacturing atau fast fashion. “Disebut fast fashion karena konsumsi masyarakat tinggi sekali,” tambah Viviany. Era fashion tersebut menyembunyikan banyak kisah kelam. Satu diantaranya adalah penyiksaan hewan untuk diambil bulunya.

Harapan masih belum hilang, pasalnya banyak desainer dan aktivis yang mulai sadar bahwa fashion yang sustainable sangat penting. Selama pandemi Covid-19 ini terhitung puluhan juta pekerja tekstil yang kehilangan pekerjaan.

Viviany berargumen bahwa ada konsep industri fashion yang lebih baik, yakni konsep kolaborasi. Kolaborasi ini mengusung dua poin utama, yakni lokalisasi dan orientasi pada tukang atau pekerja atau seniman (artisan).

“Sementara penghargaaan yang tinggi pada tukang atau pekerja atau seniman akan menciptakan lokal-lokal supplier baru, yang nantinya bisa mendukung munculnya supply chain lokal. Sedangkan, lokalisasi diharapkan meningkatkan local job. Hal tersebut banyak membuka peluang pada orang-orang lokal untuk berkarya dan berpenghasilan melalui seni,” tambah Viviany.

Ditambahkan Audit Yulardi, S.T., M.Ds., yang juga Dosen FIK Ubaya mengajak peserta webinar memahami kearifan lokal. Hey Designers, You’ve got Messages from the Past!, dipilih jadi tema materi yang disampaikan Audit.

Tajuk materi yang dibawa Audit mengajak melihat bagaimana kearifan lokal bisa menjadi inspirasi baru bagi desainer-desainer dalam menyusun produk modern yang mampu bersaing dan menyelesaikan masalah.

Setiap produk atau proses pembuatannya mengandung nilai, makna, filosofi, dan banyak hal lain. Kearifan lokal berbicara soal hidup dan kebiasaan dalam masyarakat yang berkembang secara terus menerus.

“Yang ada dalam keseharian kita, tanpa kita sadari adalah kearifan lokal. Hal ini terlihat dari cara sebagian daerah menghadapi Covid-19. Di Sulawesi ada ramuan daun sirih dan campuran daun lain untuk disinfektan. Ini adalah contoh penerapan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat lokal digunakan untuk menghadapi masalah terkini,” papar Audit sapaan Audit Yulardi.

Audit melanjutkan jika budaya Jawa, Sunda, mengenal Padasan atau Gentong atau Tempayan dari tanah liat yang berisi air dan ditaruh di depan rumah. Hal ini dimaknai sebagai semangat untuk menjaga kebersihan. Kearifan lokal ini menyimpan pesan yang sebaiknya dipelajari dan disesuaikan ke masyarakat jaman sekarang.

“Permasalahannya mungkin ajaran-ajaran tersebut tidak kita maknai sebagai hal yang logis, lebih ke mitos, sehingga keindahan maknanya menjadi tersamarkan. Lalu pertanyaannya, bagaimana cara sebagai seorang desainer untuk menerjemahkan hal tersebut? Satu diantaranya dengan memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh kearifan lokal. Memahami spirit masa lalu dan disesuaikan dengan lifestyle jaman sekarang,” tegas Audit.

Mentransformasikan produk yang lama, menjadi sesuatu yang baru adalah tantangan sendiri bagi masyarakat yang akan memasuki era new normal ini. Penerapan nilai Padasan atau Gentong atau Tempayan sebagai alat membersihkan diri dari luar ini bisa menjadi sesuatu yang modern di new normal.

“Hal ini penting sebab kearifan lokal akan membawa pencerahan kepada para desainer tentang nilai sehingga produk baru yang diciptakan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat, termasuk di era menuju new normal. Warisan itu tersebar dalam keseharian kita,” pungkas Audit Yulardi.(tok/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
26o
Kurs