Jumat, 29 Maret 2024

Budaya Bukan Soal Era Terdahulu Namun Tentang Multidisiplin Ilmu dan Identitas Bangsa

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi, pertunjukan wayang kulit. Foto: Disbudpar Surabaya

Minimnya generasi muda yang berkecimpung di bidang kebudayaan adalah salah satu fenomena yang disoroti oleh Cynthia Handi Direktur Museum Wayang Gubuk Mojokerto.

“Kebudayaan adalah multidisiplin, banyak unsur yang ada didalamnya seperti teknologi, desain, manajemen bisnis dan lainnya. Jadi kreatif kultur kita sangat banyak sekali, disini banyak yang bisa dikembangkan. Saya rasa itu yang tidak banyak diketahui generasi sekarang,” terang Cynthia pada Kamis, (28/10/2021).

Dia menjelaskan bahwa stigma kebudayaan yang tumbuh di masyarakat belum memliki masa depan adalah alasannya berkecimpung di dunia kebudayaan ini.

“Saya di sini bertujuan bersama-sama mencari gerakan bersama anak muda, sehingga suatu saat tidak ada yang bilang anak muda di bidang kebudayaan itu aneh, justru lebih aneh kalau tidak ada anak muda yang membicarakan kebudayaan,” katanya saat mengudara di Radio Suara Surabaya dengan tema “Komitmen Pemuda Menjaga Indonesia” untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda.

Cynthia juga sedikit mengupas faktor minimnya pemuda yang bergerak pada bidang kebudayaan.

“Relevansi budaya dengan generasi sekarang ini gap-nya sudah terlalu jauh, selain itu anak muda juga masih kurang informasi tentang budaya itu seperti apa dan bagaimana,” tuturnya.

Tidak hanya itu, pemuda yang progresif soal kebudayaan itu memberi contoh pada Korea Selatan yang merawat dan mendorong kebudayaannya sejak era 1980-an dan memetik buahnya di abad 20 ini.

“Di Korea Selatan itu mereka berjuang mendukung para senimannya, filmmakernya dan kesenian lain sejak era 80-an, dan terbukti di beberapa tahun terakhir kebudayaan mereka bisa mendunia, hingga K-pop dan Pop culture yang lain, jadi itulah potensinya merawat budaya,” terangnya.

Cynthia menambahkan bahwa konteks pembahasan kemajuan kebudayaan juga masih abu-abu, yang mana artinya anak muda belum mengetahui kebudayaan mereka sendiri.

Direktur Museum Wayang yang berada di Jl. Kartini No.32 dekat alun-alun Mojokerto itu berupaya menciptakan inovasi menjemput anak muda untuk datang ke museum.

“Kami membangun laboratorium seni budaya di sekolah-sekolah, agar mengurangi misinformasi dalam mencari kebudayaan dan membiasakan mereka dengan lingkungan kebudayaan.”

Laboratorium tersebut sudah berada di enam titik kata Cynthia, diantaranya Universitas Surabaya, Universitas Ciputra, Univeritas Binus Malang, SMA Sooko Mojokerto, SMK Trowulan, dan salah satu rumah dinas Mojokerto.

Bertepatan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober, Cytnthia memberikan pandangan yang cukup ekstrem yang terkait dengan kondisi era saat ini.

“Indonesia perlu Sumpah Pemuda jilid II, bukan soal menjadi pemuda yang baru maupun identitas yang baru. Namun kita perlu arah gerak yang lebih detail dan intens untuk memantik generasi muda menuju 100 tahun Indonesia emas nanti,” pungkasnya. (wld/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
30o
Kurs