Jumat, 29 Maret 2024

KPK: Ada Ribuan Laporan Menyangkut Penyimpangan Pengelolaan Dana Desa

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Alexander Marwata Wakil Ketua KPK saat peluncuran Desa Antikorupsi di Desa Panggungharjo, Sewon, Kabupaten Bantul, DIY, Rabu (1/12/2021). Foto: Antara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut adanya laporan masyarakat dari seluruh Indonesia yang menyebut ada dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa yang perlu ditindaklanjuti bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

“Sejak peluncuran dana desa, banyak sekali laporan masyarakat yang disampaikan kepada KPK, ada ribuan laporan saya kira,” kata Alexander Marwata Wakil Ketua KPK di sela peluncuran Desa Antikorupsi di Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (1/12/2021).

Akan tetapi, kata dia, berdasarkan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bahwa kepala desa itu bukan pejabat negara dan bukan penyelenggara negara sehingga bukan kewenangan KPK untuk menindak.

“Kami berkoordinasi dengan Kementerian Desa PDTT supaya laporan-laporan itu ditindaklanjuti paling tidak dilakukan klarifikasi jangan-jangan hanya calon kepala desa yang kalah kemudian melaporkan atau masyarakat yang kecewa terhadap layanan desa itu,” kata Alex seperti dikutip dari Antara.

Namun kata Alex, apabila laporan penyimpangan keuangan oleh kepala desa ada hubungan dengan penyelenggara negara, pejabat negara atau aparat penegak hukum, maka KPK dapat melakukan penindakan.

“Seperti beberapa bulan lalu ketika KPK melakukan OTT bupati di Jawa Timur, ada 20 calon pelaksana tugas (Plt)) kades kita tindak, bayangkan untuk menjadi Plt kades saja mereka mau dan bersedia menyetor, pasti harapannya kalau nanti ditunjuk Plt ada sesuatu yang bisa diambil,” katanya.

Ia mengatakan sekarang ini rata-rata desa mengelola dana sebesar Rp1,6 miliar, apabila masa jabatan enam tahun maka potensi dana desa sekitar Rp9,6 miliar.

“Sehingga apabila kalau bisa mengambil 10 persen atau sekitar Rp900 juta masih untung dibanding pengeluaran ketika maju kepala desa yang sebesar Rp500 juta,” ujar Alex.

“Dana desa prinsipnya dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh masyarakat desa sehingga dapat dibayangkan apa yang terjadi ketika kepala desa merangkap sebagai tokoh masyarakat, ketua suku, dan ketua adat, maka masyarakat takut semua mengawasi,” lanjutnya.

Oleh karena itu, menurut dia, apakah harus dana desa itu dikucurkan secara tunai, namun melihat terlebih dahulu apakah desa tersebut bisa mengelola dana desa atau tidak.

“Kalau tidak siap, maka dapat membentuk program yang dibiayai dana desa dengan dilaksanakan pemda,” kata Alex.

“Meski tidak ada jaminan tidak ada penyimpangan, tetapi paling tidak dengan adanya program itu akan jelas wujudnya, fisiknya, dan seterusnya. Ini yang perlu dipikirkan ke depan,” pungkas Alex. (ant/wld/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
27o
Kurs