Jumat, 29 Maret 2024

LPP RRI Perlu Narasi Kebangsaan Penjernih Informasi Publik

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Willy Aditya Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem (kanan) menjadi narasumber peluncuran buku berjudul Atas Nama Publik karya Freddy Ndolu Dewas LPP RRI, Rabu (25/8/2021), di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta. Foto: Istimewa

Freddy Ndolu Dewan Pengawas (Dewas) Radio Republik Indonesia (RRI) pada Rabu (25/8/2021), menerbitkan buku berjudul Atas Nama Publik; Transformasi Lembaga Penyiaran Publik Sebagai Media Layanan Publik Multiplatform.

Buku itu diterbitkan menjelang usia ke-76 tahun Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI pada 11 September 2021, dan menyongsong usia ke-100 tahun, 2045 mendatang.

Dalam forum bedah buku yang mengangkat tema ‘Dekrit Pencerdasan Bangsa, hadir sejumlah narasumber, antara lain Willy Aditya Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi Partai NasDem, Muklis Basri Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Asep Setiawan Dewan Pers, dan Margarito Kamis pakar hukum tata negara.

“Saya mengapresiasi, saya dukung buku ini tapi dia harus jadi movement (gerakan). LPP RRI kita bangun bersama-sama narasi kebangsaan. Sebab, kalau ini kita tidak jaga, ini anugerah besar di kolong langit ini bernama Indonesia, negara berbangsa, banyak suku agama,” kata Willy Aditya menanggapi buku tersebut.

Muklis Basri Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan juga menyambut baik hadirnya buku tersebut. Namun, ia berpesan sebelum mendorong dekrit pencerdasan bangsa, perlu seluruh komponen membenahi RRI, khususnya secara internal.

“Pesan saya kepada seluruh LPP RRI, benahi dulu internal, jangan ribut pada momentum tertentu saja,” ujar Muklis.

Menanggapi lebih dalam, Asep Setiawan Dewan Pers mendukung LPP RRI bertransformasi menjadi media layanan publik multiplatform. Memang, menurut Asep, cara menyampaikan informasi perlu ikut tuntutan zaman.

“Substansi jurnalistik, dengan menyampaikan informasi melalui media massa tidak akan pernah berubah. Membangun Indonesia, tetapi teknologi untuk menyampaikan berita berubah, kita sekarang menulis pakai gadget. Jadi substansi tidak berubah, hanya caranya berubah,” ujar Asep.

Margarito Kamis pakar hukum tata negara turut memberikan masukan, bahwa RRI harus berani berbicara meski pun berbeda dengan pemerintah.

“Buku ini secercah harapan jika tidak bisa mengubah dunia, paling tidak Indonesia, di titik inilah saya mencoba mengapresasi lahirnya buku ini,” tutur Margarito.

Freddy Ndolu si penulis buku menegaskan, karya tulisnya adalah sebuah pemacu semangat bagi seluruh jurnalis di Tanah Air, untuk terus berkarya.

Karena, peran jurnalis sangat penting, sebagai penjaga demokrasi.

“RRI sekali lagi jangan dilihat sebagai radio lagi, Karena semua sudah terkorvengensi. Ini semacam provokasi pemikiran, wartawan tugasnya mendidik, menginformasikan. Saya kira negara perlu memberikan satu payung hukum tegas berbentuk dekrit pencerdasan bangsa,” tandasnya.(rid/tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
32o
Kurs