Sabtu, 27 April 2024

Panduan Tanda-tanda akan Terjadi Bencana dan Waktu yang Tepat untuk Evakuasi

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Tim gabungan melakukan upaya pencarian dan pertolongan korban banjir bandang di sepanjang aliran sungai di Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (5/11/2021). Foto: Humas BNPB

Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang memiliki 14 potensi bencana, mulai dari bencana alam hingga bencana non alam. Keempat belas potensi bencana tersebut antara lain: banjir, banjir bandang, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa, kegagalan teknologi, kekeringan, pandemi dan wabah penyakit, letusan gunung berapi, cuaca ekstrem, tanah longsor, tsunami, kebakaran hutan, likuifaksi dan pandemi Covid-19.

Hal itu disampaikan oleh Budi Santosa Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim dalam program Live Instagram KelaSS Pintar pada Rabu (24/11/2021).

Dalam perkembangannya, ia menyampaikan mulai dari tahun 2019 hingga 2021, terjadi pergeseran bencana. Jika pada 2019 tercatat sekitar 450 bencana di Jatim yang didominasi angin kencang puting beliung, banjir baru kemudian kebakaran hutan. Namun dalam dua tahun terakhir, banjir mendominasi bencana yang ada di Jatim dan hampir merata di seluruh daerah.

“Kalau 2020 bergeser, 273 bencana didominasi banjir, baru angin kencang. 2021 terjadi 245 bencana juga didominasi banjir, angin kencang juga banjir bandang,” ujarnya.

Ia pun memaparkan tanda-tanda hujan yang harus diwaspadai masyarakat saat potensi banjir datang, beserta kapan waktu yang tepat untuk melakukan evakuasi diri.

1. Banjir

Curah hujan terdiri dari lima level, yakni hijau (0,5-20 mm), kuning (20-50 mm), oranye (50-100 mm), merah (100-150 mm) dan hujan ekstrem jika >150 mm. Lalu, kapan masyarakat harus melakukan evakuasi?

Budi menjawab, “Kalau curah hujan yang durasinya lebih dari 1 jam dan objek tidak tampak dalam 30 meter, maka hujan tersebut dikatakan lebat. Dan masyarakat yang berada di lereng tebing dan daerah rendah sepanjang aliran sungai harus dievakuasi sementara”.

Ia juga menyampaikan, masyarakat harus segera evakuasi ke tempat lebih tinggi dan terus mewaspadai arus bawah aliran sungai dan tempat lain yang tergenang air.

Selain itu, matikan semua jaringan listrik dan jangan menyentuh peralatan listrik. Juga jangan berjalan di arus air serta tidak mengemudi.

Jika air mulai naik, maka pengendara harus segera keluar dari mobil dan menuju daerah yang lebih tinggi.

“Apabila tidak dilakukan, Anda dan mobil dapat tersapu banjir,” kata Budi.

Menurutnya, banjir dipicu oleh curah hujan yang tinggi. Apalagi fenomena La Nina yang dapat menyebabkan meluapnya air sungai, waduk dan drainase. Manusia pun juga turut andil dalam bencana banjir ini, dikarenakan semakin berkurangnya daerah resapan air sehingga meningkatkan erosi dan pendangkalan sungai.

Berkaca dari kasus banjir bandang di Batu beberapa waktu yang lalu, Budi menyebut bahwa di bendungan atau danau alam yang biasanya terdapat tanaman hutan di sekitarnya, ternyata sudah banyak yang dialih fungsikan. Salah satunya dengan menjadi kebun sayur yang tidak memiliki akar yang kuat sehingga konstruksi tanah menjadi gembur.

“Maka saat curah hujan tinggi lebih dari 1-2 jam, itu perlu diantisipasi di kawasan lereng-lereng,” kata Budi.

Ia menambahkan, “Kebanyakan kalau banyak tanah yang dialih fungsikan itu (tanamannya) nggak kuat nahan dan terjadi dorongan luar biasa sehingga ambrol ke bawah. Sungai yang biasanya lebarnya 4-5 meter menjadi 2 meter karena dijadikan area pemukiman yang akhirnya ikut tergusur arus.”

2. Tanah Longsor

Jika tinggal di sekitar tebing atau lereng gunung yang menjadi daerah rawan longsor, maka warga harus mengamati beberapa gejalanya.

Pertama, yakni adanya retakan di permukaan tanah. Kedua, tanah retan dan terlihat ambles. Ketiga, muncul mata air baru. Keempat, adanya getaran yang bersifat lokal.

Budi mengatakan, saat warga sudah mengenali beberapa tanda-tanda di atas, maka sebaiknya segera melakukan evakuasi diri terlebih saat terjadi hujan yang bica memicu terjadinya tanah longsor.

3. Gempa Bumi

Meski BMKG telah mengeluarkan peta kawasan gempa bumi, namun Budi mengaku belum ada institusi yang bisa memprediksi kapan gempa bumi terjadi.

Namun, ia menjelaskan upaya mitigasi gempa yang perlu diperhatikan oleh masyarakat.

Pertama, saat berada dalam gedung, segera selamatkan diri Anda dengan berlindung di bawah meja untuk menghindari benda-benda yang terjatuh. Jangan lupa lindungi kepala dengan helm dan bantal.

Kalau situasi terasa aman, segera berlari di bawah pintu, lalu segera bergerak ke luar gedung. Saat menuju luar gedung, tetap perhatikan sekitar jangan sampai menginjak benda-benda reruntuhan berbahaya seperti kaca.

Jika Anda sedang memasak, segera matikan kompor beserta alat-alat elektronik yang bisa memicu terjadinya kebakaran. Setelah itu, segera ke luar rumah menuju lapangan terbuka dan jangan berdiri di bawah pohon atau tiang yang berpotensi roboh akibat gempa.

Saat berusaha keluar gedung, usahakan menggunakan tangga darurat dan jangan turun menggunakan lift. Jika saat gempa terjadi Anda terlanjur berada di dalam lift, tekan tombol interphone yang akan menghubungkan Anda dengan pengelola bangunan.

“Kalau ada petugas keamanan, ikuti instruksi evakuasi,” kata Budi.

Namun jika Anda berada di dalam mobil, Anda pasti akan kehilangan kontrol mobil saat gempa terjadi. Maka segeralah menjauhi persimpangan jalan, pinggirkan mobil ke kiri jalan dan berhentilah.

“Ikuti instruksi petugas dengan memperhatikan lingkungan sekitar atau melalui alat komunikasi lain seperti radio atau handphone,” ucapnya.

Budi mengatakan, di Jawa Timur sendiri terdapat 4 daerah yang berpotensi terjadi likuifaksi. Likuifaksi adalah ketika tanah yang jenuh kehilangan kekuatan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan.

“Daerah yang rawan likuifaksi menurut kajian ada di 3 tempat, yakni Banyuwangi, Jember dan Lumajang. Lalu ada masukan dari BNPB kemungkinan Sidoarjo juga,” tambahnya.

4. Angin Puting Beliung

Budi menyebut, angin puting beliung adalah angin dengan kecepatan pusaran 120 km/jam.

“Tanda-tandanya kelihatan dari awan mendung luar biasa, lalu angin kencang 120 km/jam. Itu tanda-tanda angin puting beliung dan segera mencari tempat berlindung yang aman,” sebutnya.

Ia juga mengimbau agar masyarakat menghindari berdiri di bawah pohon atau tiang yang berisiko roboh saat angin kencang menghantam.(tin/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
31o
Kurs