Selasa, 21 Mei 2024
Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia

Cegah Bunuh Diri dengan Menghindari Stigma Negatif

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. bunuh diri. Grafis: suarasurabaya.net

Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau World Suicide Prevention Day diperingati setiap tanggal 10 September.

Dokter Brihastami Sawitri, Psikiater Rumah Sakit Airlangga mengatakan, terdapat tiga alasan mengapa hal tersebut dilakukan.

“Yang pertama adalah mengajak negara-negara untuk lebih take action menurunkan angka bunuh diri di dunia, karena tidak semua negara memiliki kebijakan atau strategi-strategi untuk menurunkan angka bunuh diri di negaranya. Tentunya juga untuk meningkatkan awareness untuk keluarga dan masyarakat mengenai tanda-tanda bunuh diri serta bagaimana pencegahannya. Kemudian juga sebagai upaya mengurangi stigma mengenai bunuh diri dan gangguan mental secara umumnya,” katanya saat dihubungi Suara Surabaya, Selasa (6/9/2022).

Dia menjelaskan upaya mengurangi stigma negatif tentang bunuh diri tersebut dilakukan agar seseorang yang memiliki permasalahan kesehatan jiwa hingga memiliki pemikiran ingin bunuh diri tidak ragu untuk mengakses layanan-layanan kesehatan jiwa.

“Sehingga mereka yang memilki keluhan dengan permasalahan kesehatan jiwanya itu tidak ragu-ragu untuk mengakses layanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan jiwanya tersebut. Karena disini kan bisa diakses terkait gangguan jiwa, masalah kesehatan jiwa melalui BPJS juga bisa ditanggung, jadi bisa datang ke puskesmas terdekat. Kemudian jika puskesmas tidak bisa mengatasi, bisa di arahkan ke psikiater terdekat. Jadi mungkin harapannya dengan tidak adanya stigmatisasi itu tidak ada lagi yang mengecap bahwa orang gangguan jiwa itu kurang iman lah kurang bersyukur, tidak dekat dengan tuhan dan sebagainya,” jelas Tami.

Selain menghilangkan stigma, juga terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan pencegahan bunuh diri.

“Karena bunuh diri tertinggi adalah pada kondisi mereka yang memiliki gangguan jiwa contohnya seperti depresi, itu resikonya meningkat 20 kali lipat. Jadi yang pertama kita harus lebih memahami gejala gangguan jiwa. Kemudian dengan mendengarkan, jadi pada saat mereka memiliki pikiran-pikiran bunuh diri itu menunjukkan perilaku pray for help atau membutuhkan bantuan. Kita tidak boleh menjudge juga ya bahwa bunuh diri ini imannya lemah, dosa besar dan lain sebagainya yang akhirnya membuat orang lain tertutup lagi, tidak berani mencari bantuan lagi.” katanya.

Tami menambahkan jika kasus kematian akibat bunuh diri di Indonesia mengalami peningkatan.

“Mungkin kalau di Indonesia kekurangannya adalah data yang valid, akurat dan menyeluruh. Tetapi memang beberapa tahun terakhir ada estimasi peningkatan. Meskipun Indonesia kalau secara global termasuk negara yang tidak terlalu tinggi (angka kematian akibat bunuh diri). Karena sebagai negara yang mayoritas muslim memang rata-rata lebih rendah dibandingkan yang bukan mayoritas beragama muslim,” pungkas Tami.(gat/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Selasa, 21 Mei 2024
25o
Kurs