Minggu, 5 Mei 2024

Menteri Yang Tidak Sesuai Nawacita Layak Di Reshuffle

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ilustrasi

Masinton Pasaribu anggota Komisi III DPR RI FPDIP menegaskan, PDIP patuh dan taat kepada Joko Widodo Presiden dalam rencana reshuffle kabinet yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Hanya saja PDIP tetap mengkritisi Rini Soemarno Menteri BUMN yang sudah terbukti kinerjanya tidak sesuai dengan nawacita, karena lebih mementingkan kepentingan bisnis, sehingga layak dicopot.

“Apalagi Pansus Pelindo II DPR RI yang dipimpin oleh Rieke Diah Pitaloka sudah merekomendasikan untuk mencopot Ibu Rini Soemarno. Akhir-akhir ini malah namanya banyak muncul di berbagai skandal keuangan seperti Panama Papers, persidangan di China, pembangunan KA Cepat yang bukan kepentingan rakyat, maka sudah seharusnya dia dicopot,” ujar Masinton dalam dialektika demokrasi “Reshuffle Kabinet” di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (14/4/2016).

Presiden kata Masinton, sebenarnya sudah tahu kinerja menterinya yang bekerja untuk kepentingan nasional atau untuk kepentingan bisnis. Seperti halnya dalam kasus KA Cepat Jakarta – Bandung, Blok Masela, dan proyek-proyek besar lainnya, yang tidak sejalan dengan nawacita Jokowi.

“Kalau untuk kepentingan bisnis, itu berarti nawacita gadungan atau bedacita,” ujar dia.

Cucun Ahmad Symasurrijal Sekretaris Fraksi PKB DPR menegaskan jika sebaiknya isu reshuffle tersebut dihentikan, agar menteri-menteri bisa bekerja dengan baik dan sejalan dengan nawacita Presiden RI.

“Pak Presiden memahami kinerja menterinya, dan menteri PKB sudah bekerja dengan baik, dan benar, meski mungkin belum maksimal. Dan, kalau menteri PKB banyak diberitakan berarti sudah bekerja dengan baik,” kata Cucun.

Namun demikian kata Cucun, terjadinya pro dan kontra itu wajar di masyarakat.

“Tapi, kalau harus dievaluasi, kita serahkan kepada Presiden. Syukur-syukur kalau ada evaluasi itu tidak mengganggu jalannya PKB sebagai pendukung Presiden Jokowi sejak awal,” kata dia.

Sementara Arwani Thomafi anggota fraksi PPP menjelaskan kalau mendukung pemerintah itu memang suatu keharusan bagi pemerintahan yang sah, agar bisa bekerja dengan baik, dan mampu mensejahterakan rakyat.

“Jadi, PPP tak terkait dengan masalah jatah kursi menteri maupun kekuasaan yang lain. Sebab, setelah Presiden dan Wapres dilantik, dukungan itu sudah selesai dan terus bekerja,” ujar dia.

Tapi, kalaupun Presiden RI harus mereshuffle, maka pertimbangannya demi perbaikan kinerja pemerintahan. Seperti kelemahan koordinasi antar menteri selama ini. Sebut saja kasus demo gojek dan taksi online kontra taksi konvensional.

“Kalau Menhub RI dan Menkominfo RI respon sejak awal, maka kericuhan dalam demo itu tidak akan terjadi di Jakarta,” kata Arwani.

Agung Suprio dari Indonesia Public Politic Institute (iPPi) menilai jika dalam pemerintahan sekarang ini seperti ada matahari kembar (Jokowi vs JK). Sehingga selalu terjadi tarik-menarik dalam banyak hal strategis negara termasuk reshuffle kabinet, yang dalam 6 bulan terakhir ini terus menjadi wacana liar, namun Presiden RI tidak merespon dengan tegas tentang ada dan tidaknya reshuffle dimaksud.

“Jokowi Presiden bilang masih tunggu persetujuan dari parpol. Jadi, seolah-olah keinginan Jokowi dan JK berbeda, akibat tidak ada komunikasi dan formula yang disepakati mereka. Inilah yang disebut Presidensial “banci”, karena masih menunggu persetujuan parpol, tunggu Muktamar PPP, tunggu Munas Golkar dan lain-lain. Kalau itu benar, berarti Golkar dan PPP akan masuk,” kata Agung.

Pengamat politik dari UI ini juga menyayangkan kalau reshuffle tidak dilakukan dengan indikator kinerja, melainkan dengan isu yang berkembang. Seperti ketika terjadi kebakaran hutan, maka Siti Nurbaya Menteri Kehutanan dan Transmigrasi diisukan akan dicopot, isu terlibat korupsi dana Bansos Gubernur Sumatera Utara yang menyeret Patrice Rio Capella (Sekjen NasDem), maka Kejagung HM. Prasetyo didesak dicopot, dan lain-lain.

Selain itu muncul kegaduhan menteri dalam kasus PT. Freeport, maka Rizal Ramli dan Sudirman Said didesak dicopot. Terakhir di Panama Papers ada nama Rini Soemarno, persidangan di China menyebut Rini dapat 5 juta dollar AS, juga dalam proyek KA Cepat Jakarta – Bandung.

“Jadi, pertimbangan reshuffle itu harus dengan indikator. Jangan model khas Indonesia, yang lebih menekankan pada faktor politik dan tekanan publik,” kata Agung.

Namun dalam kekuasaan itu, tak mungkin tak ada bagi-bagi jabatan. Apalagi pemerintah sangat tergantung pada DPR RI, maka wajar jika Presiden RI selalu tawar-menawar dengan parpol pendukung. Tapi, parpol tetap harus mengajukan orang-orang kapabel, layak, dan profesional.

“Dan, jangan sampai Jokowi-JK ini menggantung isu reshuffle yang sudah 6 bulan ini, justru akan menjadikan kabinet tak bisa kerja dengan baik, dan tak sejalan dengan nawacita Jokowi,” ujar dia.(faz/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Minggu, 5 Mei 2024
25o
Kurs