Jumat, 19 April 2024

Soal Amandemen UUD 1945, Legislator: Rakyat Masih Susah Karena Covid-19, Jangan Mementingkan Kekuasaan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Aboe Bakar Al Habsyi. Foto: Kabar Parlemen

Aboe Bakar Alhabsy anggota Komisi III DPR RI menilai tidak tepat membahas rencana Amandemen Konstitusi UUD 1945 di saat pandemi seperti sekarang ini.

Menurut Aboe, saat ini rakyat dalam kondisi susah, banyak yang masih berduka karena ditinggal wafat sanak saudaranya. Bahkan, tidak sedikit juga yang sedang berjuang melawan Covid-19. Termasuk juga masyarakat yang berjuang bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi.

“Jika saat ini membahas amandemen UUD 1945, seolah tidak peka dengan situasi ini, apalagi ketika yang dibahas adalah penambahan masa jabatan presiden. Jika dipaksakan rakyat tentu akan melihat ada pihak yang lebih mementingkan kekuasaan dari pada nasib rakyat,” tegas Aboe dalam keterangannya, Kamis (19/8/2021).

Pada situasi seperti saat ini, lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, seharusnya semua elemen bangsa fokus dan berupaya untuk menangani pandemi. Baik dalam layanan kesehatan untuk mengurangi risiko kematian akibat Covid-19, maupun dalam upaya pemulihan ekonomi agar rakyat bisa makan dan bertahan hidup di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Dari pada membahas amandemen UUD 1945, lebih urgent jika saat ini kita menyiapkan roadmap jangka panjang penanganan Covid-19. Karena kita pahami salus populi suprema lex esto, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Jadi tidak ada yang lebih penting dari pada keselamatan rakyat, ini harus kita pegang teguh,” tegas Aboe yang juga Ketua Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR RI ini.

Kata dia, saat ini sangat diperlukan roadmap jangka panjang Indonesia dalam menangani Covid-19 agar kebijakan jelas peta jalannya.

“Jangan sampai rakyat melihat penanganan pandemi hanya berganti ganti nama saja tanpa orientasi yang jelas. Karena keberadaan roadmap jangka panjang penanganan pandemi tersebut merupakan kebutuhan mendesak saat ini,” pungkas Aboe.

Sementara sebelumnya, Benny Kabur Harman anggota Komisi III fraksi Partai Demokrat menilai pernyataan Bambang Soesatyo (Bamsoet) Ketua MPR RI dalam sidang tahunan soal rencana Amandemen UUD 1945 sebagai pernyataan pribadi dan bukan keputusan seluruh anggota DPR/MPR.

“Omongan Bamsoet itu omongan pribadi, menurut saya, Bamsoet melakukan pembohongan publik karena tidak pernah ada pembahasan di tingkat DPR tentang hal itu,” kata Benny, kepada wartawan, Senin (16/8/2021).

Benny mengaku, hingga saat ini belum ada keputusan terkait bentuk hukum untuk mewadahi (Pokok-Pokok Haluan Negara) PPHN tersebut. Dia menyebut sejauh ini pembahasan masih sekadar persetujuan terkait pentingnya PPHN.

Sekadar diketahui, Bamsoet menyatakan perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional. Tujuannya, untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Hal tersebut sejalan dengan berbagai pandangan masyarakat yang menyatakan bahwa Indonesia sangat memerlukan visi yang sama dalam rencana pembangunan nasional dan daerah, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang. Sehingga sistem manajemen pembangunan nasional bisa lebih demokratis, transparan, akuntabel, terintegrasi dan berkesinambungan. Sekaligus menjamin pembangunan nasional agar lebih fokus pada upaya pencapaian tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujar Bamsoet dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR RI, di Jakarta, Senin (16/8/21).

Dia menjelaskan, keberadaan PPHN yang bersifat filosofis sangat penting untuk memastikan potret wajah Indonesia masa depan, sekitar 50-100 tahun yang akan datang. Dimana situasinya penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.

“Keberadaan PPHN yang bersifat arahan dipastikan tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM),” jelas Bamsoet.(faz/dfn/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 19 April 2024
29o
Kurs