Kamis, 2 Mei 2024

Anis Matta : Judicial Review Pemisahan Pileg dan Pilpres Bagian dari Reformasi Demokrasi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
anis-matta

Anis Matta Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan judicial review yang diajukan Partai Gelora ke Mahkamah Kostitusi (MK) mengenai pemisahan antara Pemilu Legislatif (Pileg) dengan Pemilihan Presiden (Pilpes) beberapa waktu lalu, bagian dari pematangan proses demokrasi.

“Tujuan kita adalah ingin melampaui kepentingan sempit, kepada satu tujuan yang lebih besar untuk kepentingan bangsa kita, seperti melakukan pematangan demokrasi secara terus-menerus dengan melakukan perbaikan pada prosedur secara berkesinambungan,” kata Anis Matta dalam dalam sebuah diskusi “Menakar Pileg dan Pilpres 2024 Digelar Terpisah (Kembali?): Mungkinkah?, Rabu (8/6/2022) sore.

Sehingga demokrasi prosedural, lanjut Anis, mengalami reformasi dan perubahan secara sistematis menuju demokrasi kualitatif dengan menghasilkan output yang diharapkan oleh penyelenggara Pemilu.

“Saya melihat tidak ada kendala waktu yang terlalu berlebihan di sini, jika Pileg dan Pilpres kembali dipisah. KPU tidak akan merubah banyak secara teknis, karena proses pencetakan kertas suaranya kan tidak dilakukan sekarang,” ujarnya.

Proses pencetakan suara, menurutnya, baru dilakukan apabila proses verifikasi data pemilih, data calon legislatif (caleg) dan calon presiden (capres) semuanya selesai.

“Jadi sebenarnya, kalau MK mengambil keputusan sekarang masih ada kelonggaran waktu, sehingga KPU bisa melakukan adaptasi terhadap keputusan tersebut,” katanya.

Anis meyakini gugatan Partai Gelora bakal dikabulkan MK dan proses persidangannya bisa berlanjut. Sebab, secara teknis MK tidak akan mengubah keputusannya soal makna keserentakan, apabila mengabulkan gugatan Partai Gelora, karena Pemilu Serentak tetap dilakukan pada tahun yang sama

“Pemilu 2024 menandai reformasi kita telah 26 tahun bergulir, banyak proses pembelajaran demokrasi kita. Pemilu 2019 adalah pemilu yang terburuk sepanjang masa sejak Pemilu 1955, karena inilah pemilu dengan korban yang paling banyak,” kata dia.

Menurut Anis, dalam Pemilu 2019 lalu, untuk mendapatkan satu kursi di DPR RI harus mengorbankan dua nyawa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

“Saya tidak bisa membayangkan, bahwa untuk setiap satu kursi di DPR RI ada dua nyawa. Coba bayangkanlah Anda duduk di atas tengkorak-tengkorak itu, bagaimana perasaan Anda? Tetapi kan itu menunjukkan kualitas kita sebagai bangsa,” tandasnya.

Ia mempertanyakan, tujuan dari pelaksanaan pesta demokrasi yang seharusnya membawa manfaat bagi rakyat, tetapi justru jadi ajang takziah kematian rakyatnya.

“Bagaimana mungkin kita menyelenggarakan satu pesta, tapi berujung takziah. Nah, kira-kira apa ini tujuan besar kita? Jadi kenapa kita melakukan judicial review, karena kita percaya hakim-hakim MK akan memandang hal ini secara bijaksana,” jelasnya.

Partai Gelora tidak akan menekan MK agar mengabulkan gugatan yang diajukannya. Sebab, kekuatan utama dari gugatan yang diajukan Partai Gelora adalah terletak pada rasionalitasnya itu sendiri.

“Rasionalitasnya sendiri itu alasan utamanya, kita tidak perlu menekan mereka (hakim konstitusi MK, red). Itu menurut saya yang akan menjadi alasan mengapa, Insya Allah gugatan ini akan diterima,” tegas Anis.(faz/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 2 Mei 2024
32o
Kurs