Rabu, 24 April 2024

Koalisi Parpol Cenderung Pragmatis dan Masih Bisa Berubah Menjelang Pemilu 2024

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Partai Koalisi. Ilustrasi.

Aditya Perdana Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting menilai koalisi partai politik di Indonesia bersifat sangat dinamis.

Menjelang Pemilu 2024, partai politik yang sepakat menjalin kerja sama cenderung pragmatis untuk mencapai tujuan menjadi pemenang.

“Parpol di Indonesia pragmatis, karena mereka melihat ikatan-ikatan itu ya dibuat cair saja, memudahkan untuk berinteraksi satu sama lain,” ujarnya Selasa (23/8/222).

Sejauh ini, lanjut Aditya, koalisi yang sudah muncul ke permukaan adalah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Gerindra dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan kemungkinan ada poros NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Demokrat.

“Sampai sekarang, belum ada kesepakatan yang jelas soal koalisi. Dalam bahasa mudahnya, masih saling melirik, masih tahap awal, belum ada yang mengikat satu sama lain, meski secara formal ada KIB, dan poros NasDem, PKS, Demokrat. Tapi, belum ada calon presiden dan wakil presidennya,” jelas Aditya.

Walau sudah bergabung dengan sebuah koalisi atau merapat pada poros tertentu, dia menilai parpol masih terus menjajaki berbagai. Sehingga, perubahan masih sangat mungkin terjadi.

Parpol dan koalisinya, lanjut Aditya, sekarang masih menahan diri untuk mengumumkan capres dan cawapres yang akan diusung.

“Kemungkinan awal tahun 2023 parpol akan terang-terangan menunjukkan arah dan pilihan calon presidennya,” tegasnya.

Sementara itu, Khoirul Umam Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) menyebut belum ada partai lain yang ikut gerbong Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Hal itu mengindikasikan partai-partai masih belum yakin, dan butuh menimbang ulang sebelum bergabung dengan KIB,” katanya.

Kalau ada partai lain yang masuk koalisi, Khoirul bilang KIB akan mendapatkan sejumlah keuntungan, antara lain memperbesar peluang memenangkan Pilpres 2024.

“Plus minus koalisi besar memang terletak pada potensi kemungkinan menangnya yang lebih besar, dan dukungan parlemen yang kuat di pemerintahan kalau menang Pemilu,” tambahnya.

Sebelumnya, Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN menanggapi pernyataan Partai Demokrat yang butuh koalisi besar untuk memenangkan Pemilu 2024, serta menjalankan roda pemerintahan.

Zulkifli sepakat dengan wacana koalisi besar, dan mengajak Demokrat untuk bergabung bersama KIB.

Walau begitu, dalam politik koalisi besar bukan jaminan kemenangan dalam kontestasi pemilihan umum.

Berdasarkan catatan sejarah Pilpres 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang didukung koalisi kecil bisa menjadi Presiden. Begitu juga dengan Joko Widodo yang menang Pilpres 2014.(rid/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Rabu, 24 April 2024
29o
Kurs