Jumat, 26 April 2024

Menyelamatkan Sumber Kehidupan yang Tak Seharusnya Terbuang

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Eva Bachtiar, co-founder dan CEO Garda Pangan saat membagikan makanan ke masyarakat. Foto: Garda Pangan

Hari semakin gelap. Rabu, 31 Agustus 2022, Kampung Tambak Bayan, Kota Surabaya, Jawa Timur yang biasanya sepi, tiba-tiba ramai. Lima muda-mudi berompi hijau bertuliskan “Garda Pangan” membelah perkampungan padat penduduk sembari mendorong dua buah troli penuh makanan. Serentak penghuni rumah petak di kanan kiri gang sempit itu menjulurkan dua wadah kosong. Rata-rata kombinasi piring beling hadiah deterjen dan baskom plastik.

Enam potong roti isi, sekantong susu bubuk, dan sekotak roti dari rumah duka dibagikan. Senyum sumringah langsung mekar dari raut wajah mereka. “Ini susunya untuk anak usia lima tahun ke atas, ya, Pak, Bu. Expired-nya bulan depan,” kata seorang relawan kepada setiap penerima yang menjawabnya dengan anggukan kepala.

Rombongan itu kembali maju perlahan. Berhenti di setiap pintu. Sesekali kepala mereka tak sengaja terantuk lampion merah yang digantung rendah di sepanjang gang. Bocah-bocah membuntuti mereka sambil melompat-lompat kecil, tergoda harumnya aroma roti dari dalam kontainer plastik.

Kegiatan Garda Pangan di Kampung Tambak Bayan, Kota Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (31/8/2022). Foto: Dokumen Garda Pangan

Murtini, warga kampung pecinan di pusat kota metropolitan ini mengaku sangat senang menerima berbagai macam makanan. Bahkan dia juga menanyakan ke para relawan apakah masih ada bumbu instan dalam kemasan yang dibagikan pada kunjungan tempo hari. “Terima kasih kepada donatur sudah membantu. Kami bisa makan-makan bersama. Jadi bisa saling rukun, saling membantu,” ujarnya.

Kedatangan relawan food bank ini memang bukan yang pertama. Jenis makanan yang dibagikan bervariasi, tergantung kiriman dari mitra atau donatur di hari itu. Ayen, pria paruh baya yang rumahnya di depan gang mengaku pernah menerima buah dan sayur segar. “Dulu ada palawija, pisang, juga apel. Semuanya masih bagus,” kata dia.

 

Mewujudkan Indonesia Bebas Lapar

Garda Pangan adalah usaha sosial yang berdiri sejak Juni 2017. Eva Bachtiar, co-founder dan CEO Garda Pangan menceritakan, awalnya food bank ini berdiri karena dia dan dua rekannya prihatin dengan banyaknya makanan yang terbuang sia-sia. Mereka harus merumuskan sendiri konsep food bank yang cocok untuk kondisi di Indonesia.

Food bank di luar negeri mayoritas adalah tempat penyimpanan makanan kering dan kaleng. Sedangkan makanan yang harus diselamatkan di Indonesia mayoritas adalah makanan basah, yang harus berkejar-kejaran dengan waktu,” kata Eva kepada suarasurabaya.net.

Setelah menemukan konsep yang pas, tantangan selanjutnya adalah mendapatkan donatur atau mitra yang memiliki makanan surplus. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk menjelaskan konsep bank makanan yang saat itu belum familiar di kalangan pebisnis makanan.

“Awalnya kami yang proaktif menghubungi mereka. Masing-masing pendekatannya berbeda. Misalnya saat mengajak salah satu jaringan hotel untuk menjadi mitra, kami butuh waktu hampir setengah tahun. Ada juga yang butuh waktu lebih lama,” tuturnya.

Menurut Eva, saat itu mereka bukan menolak, tapi belum bisa berkomitmen. Beberapa tempat usaha punya aturan kaku tentang makanan. Misalnya ada salah satu hotel bintang lima yang memiliki aturan empat jam setelah makanan itu disajikan, harus dimusnahkan.

Setelah muncul liputan tentang Garda Pangan di sejumlah media massa, pendekatan ke hotel dan restoran mulai menjadi lebih mudah. Justru para pemilik bisnis makanan yang mengajak kerja sama.

Dengan mendonasikan makanan surplus, perusahaan bisa mendapatkan laporan dampak lingkungan dan sosial dari makanan yang mereka donasikan. Juga memudahkan mereka untuk mengelola makanan surplusnya daripada harus dibuang atau dihancurkan.

Garda Pangan mencatat, saat ini ada 12 toko roti, empat hotel, satu pasar, satu restoran, empat distributor, dan tiga toko retail yang menjadi mitra Garda Pangan. Setiap hari mereka mengirimkan atau menyiapkan makanan untuk dijemput.

Urusan penjemputan makanan selama bertahun-tahun juga menjadi tantangan tersendiri. “Baru enam bulan ini kami bisa membeli satu mobil boks menggunakan urun dana. Sebelumnya kami beroperasi menggunakan kendaraan pribadi atau taksi daring,” kata Eva.

 

Kandungan Gizi Makanan Surplus

Eva Bachtiar memastikan semua makanan yang dibagikan ke warga pra-sejahtera di Kota Surabaya sudah melewati serangkaian uji kelayakan.

“Semua makanan dari mitra dan donatur akan kami sortir lagi. Kami memiliki standar operasional prosedur untuk keamanan dan higienitas makanan. Tergantung jenis makanannya. Misal buah dan sayur segar akan kami sortir yang masih layak makan. Makanan masak dari hotel kita terima dalam keadaan beku, akan kita panaskan ulang,” ujarnya.

Eko Dwi, ahli gizi Graha Amerta RSUD Dr. Soetomo Surabaya mengatakan nutrisi makanan basah yang dipanaskan ulang hanya berkurang lima persen. Paling penting perhatikan rasa dan penampakan luarnya tidak berubah. Rasa dan aroma makanannya masih layak, kondisinya juga bagus.

“Misal roti expired-nya pukul 12, sampai pukul 18.00 masih layak makan kalau aroma dan penampakannya bagus. Lain lagi kalau expired-nya masih pukul 12 tapi pukul 8 sudah beraroma tidak sedap berarti sudah tidak layak makan,” kata Dwi.

Sementara makanan kering dalam kemasan seperti susu bubuk relatif aman karena ada tanggal kedaluwarsa, dengan catatan kemasannya masih bagus.

Satu di antara penerima donasi makanan. Foto: Garda Pangan


Momok Sampah Makanan

Sisa makanan masih jadi penyumbang sampah paling banyak di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat 40,14 persen komposisi sampah nasional pada tahun 2019-2021 adalah sisa makanan. Khusus untuk wilayah Kota Surabaya, warganya menghasilkan 811 juta ton sampah per tahun, lebih dari separuhnya atau 54,31 persen adalah sisa makanan.

Komposisi sampah Kota Surabaya pada tahun 2020. Grafis: SIPSN KLHK

Agus Hebi Djuniantoro Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya mengakui, volume sampah makanan organik yang sangat besar memang masih menjadi masalah tersendiri untuk pemerintah. Karena itu dia menyatakan sangat siap berkolaborasi dengan Garda Pangan

Hebi juga mengucapkan terima kasih karena kegiatan mereka dapat mengurangi sampah makanan organik yang masuk ke TPA, sekaligus membantu masyarakat.

“Masih banyak orang kurang beruntung di kota ini. Beberapa bisa bekerja sebagai petugas kebersihan kota, tapi keluarganya masih banyak,” tutur Hebi.

Garda Pangan mencatat, sampai Agustus 2022 mereka telah membagikan 407.893 porsi makanan kepada 26.264 penerima manfaat, setara dengan 110 ton potensi makanan yang terbuang.

 

Semua Bisa Berperan

Eva menyadari food bank bukan solusi tunggal sampah makanan. Sebab, masalah ini melibatkan banyak sekali aktor.

“Kami hadir karena ada masalah. Kami berusaha mendistribusikan ulang makanan yang bocor di sepanjang rantai pasok agar tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir,” ujarnya.

Karena itu diperlukan peran semua pemangku kepentingan di sepanjang rantai pasok untuk mengatasi masalah banyaknya makanan yang terbuang. Mulai dari pemerintah yang memiliki peran sentral sebagai pihak yang berwenang membuat regulasi, sampai advokasi ke lingkup yang lebih luas agar masyarakat lebih sadar untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan diri sendiri.

“Saya yakin isu sampah makanan bisa teratasi jika mendapat banyak perhatian,” kata Eva.(iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
25o
Kurs