Selasa, 30 April 2024

Pemain Gamelan Banyak yang Sudah Tua, Kolektor Ingin Adanya Campur Tangan Pemda

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ketua Yayasan Wijaya Kusuma Surabaya langsung duduk bersimpuh untuk mencoba memainkan Gamelan yang konon dibuat tahun 1200 tersebut.
(Foto: Totok suarasurabaya.net)

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Dunia atau UNESCO pada Rabu (15/12/2021) lalu menetapkan gamelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia. Menanggapi hal itu, kolektor gamelan berharap agar seni gamelan terus dilestarikan khususnya bagi kaum muda atau regenerasi.

Sahid Sunaryo Marsidi Kolektor Gamelan dan Wayang asal Surabaya mengatakan, saat ini minim anak muda yang mau mempelajari gamelan. Sehingga tidak menutup kemungkinan, kesenian gamelan bisa hilang mengingat saat ini pemain gamelan kebanyakan usia tua.

Padahal menurutnya, kesenian gamelan baik untuk membentuk karakter dan ketenangan diri karena harmonisasi musik dari banyaknya alat yang menjadi satu kesatuan. Gamelan pun mudah dipelajari dibanding alat musik lain.

“Lebih gampang gamelan. Kebetulan di rumah ada satu set gamelan. Teman-teman Pepadi (Persatuan Perdalangan Indonesia) sering latihan di tempat kami. Orang-orang ini sudah tua, anak usia SD atau SMP tidak ada,” kata Sahid kepada Radio Suara Surabaya, Sabtu (18/12/2021).

Baca juga: UNESCO Tetapkan Gamelan sebagai Warisan Budaya Indonesia

Apalagi, kesenian gamelan merupakan kesenian musik dengan biaya tinggi. Ini dikarenakan dalam satu pertunjukan gamelan atau sering disebut karawitan, melibatkan banyak orang dan alat musik. Faktor ekonomi itu lah yang juga turut menyebabkan orang lebih suka menyewa organ tunggal dibanding karawitan untuk pertunjukan.

Nanggap gamelan beserta orangnya 12 orang, sewa gamelan, truk untuk ngangkut alat. Itu mungkin Rp6-7 juta. Padahal dengan biaya segitu, Waranggono, Penabuh, biasanya cuma dapat Rp100an ribu karena sewa alatnya lebih mahal. Bayangkan misal organ tunggal, mungkin 1-2 jutaan sudah bisa nyanyi apa saja,” kata Sahid.

Untuk itu, ia berharap adanya keterlibatan pemerintah dalam melestarikan budaya gamelan ini. Ia mencontohkan seniman karawitan di Solo yang masih tetap hidup, karena pemda setempat memberikan gaji setiap bulan kepada mereka.

“Maka dari itu, Pemda harus ikut campur, nggak bisa enggak. Seperti Sri Wedari di Solo, kok ada terus? Padahal pakaian mahal, gamelannya mahal, orangnya banyak. Karena pemerintahnya menggaji, entah golongan 1 atau 2. Pensiun dapat duit,” tuturnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 30 April 2024
33o
Kurs