
Dokter (dr.) Kianti Raisa Darusman Spesialis Mata dari Yayasan Sentra Kolaborasi Kesehatan Nasional (YSKKN) mengatakan ada keterkaitan antara gangguan pengelihatan dan kesehatan jiwa pada anak-anak usia sekolah di Indonesia.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa anak dengan gangguan penglihatan berisiko mengalami masalah emosional, seperti cemas, sedih, dan sulit fokus di sekolah,” kata Kianti, Kamis (9/10/2025) yang dilansir Antara.
Pihaknya mendapatkan hasil survei terhadap lebih dari 1.200 pelajar Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Luar Biasa (SLB), termasuk di Jakarta ada sekitar 40 persen anak memiliki gangguan penglihatan, sementara 70 persen diantaranya juga menunjukkan gejala emosional.
Menurut Kianti, anak-anak dengan pengelihatan terganggu cenderung mudah frustasi kehilangan kepercayaan diri, dan kesulitan berinteraksi sosial di sekolah.
“Masalahnya sederhana, tapi dampaknya besar. Anak bisa dikira tidak fokus atau nakal, padahal sebenarnya ia tidak bisa melihat dengan jelas,” cetusnya dalam kegiatan yang juga diikuti Nila Moeloek mantan Menteri Kesehatan itu.
Selain itu ia menyebut penelitian juga menemukan hubungan dua arah antara penglihatan dan jiwa. Anak yang mengalami gangguan emosional juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan penglihatan.
“Hubungannya bukan satu arah. Penglihatan yang buruk bisa memengaruhi kondisi emosional, dan sebaliknya, stres atau kecemasan juga bisa memperburuk fungsi penglihatan,” jelasnya.
Oleh karena itu alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini menilai pentingnya skrining terpadu yang tidak hanya menilai fungsi mata, tetapi juga aspek psikologis anak sehingga pendekatan holistik seperti ini perlu diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan dan kesehatan nasional, termasuk Program Cek Kesehatan Gratis (CKG).
“Kami berharap hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah dalam memperluas layanan deteksi dini kesehatan mata dan jiwa anak di sekolah seluruh Indonesia,” ujarnya. (ant/fan/bil/faz)