Rabu, 13 November 2024

Ekonom Ingatkan Pemerintah Atur Strategi untuk Meredam Efek Negatif Kenaikan Suku Bunga

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi mata uang Dolar AS dan Rupiah. Foto: Antara

Agus Herta Sumarto Ekonom INDEF mengatakan, kenaikan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI7DRR) menjadi 5,25 persen akan menimbulkan dampak negatif.

Tapi, dia yakin Pemerintah Indonesia mampu meredamnya melalui sejumlah langkah strategis.

“Dampak negatif yang paling dirasakan adalah kenaikan suku bunga kredit perbankan dan lembaga keuangan. Kenaikan suku bunga kredit akan sangat dirasakan para pelaku industri karena biaya modal menjadi meningkat. Padahal, selama ini mereka sudah terbebani oleh kenaikan harga input produksi dan energi,” ujarnya di Jakarta, Jumat (18/11/2022).

Maka dari itu, Agus mengingatkan Pemerintah membuat kebijakan yang bisa meredam efek negatif kenaikan BI7DRR dari dua sisi sekaligus, supply dan demand.

“Dari sisi supply, Pemerintah bersama Bank Indonesia bisa memberikan relaksasi terhadap berbagai pungutan yang selama ini menjadi beban biaya harus ditanggung para pelaku industri,” paparnya.

Dia menambahkan, Pemerintah melalui kebijakan fiskalnya bisa saja secara temporer memberikan relaksasi pajak dengan memberikan beberapa kebijakan tax holiday dan memberikan subsidi suku bunga khusus untuk sektor-sektor padat karya.

Sehingga, itu bisa mengurangi beban biaya modal yang meningkat akibat kenaikan BI7DRR.

“Dengan adanya insentif dari Pemerintah, maka memangkas biaya modal, dan diharapkan tidak perlu lagi efisiensi dari sumber daya manusia, alias melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” katanya.

Kemudian, dari sisi demand, lanjut Agus, Pemerintah perlu menggelontorkan program jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Misalnya, bantuan sosial seperti bantuan subsidi upah (BSU) dan bantuan langaung tunai (BLT).

“Masyarakat yang tergerus daya belinya baik akibat kenaikan harga barang dan jasa atau karena berkurangnya pendapatan, bisa tetap melakukan konsumsi. Sehingga, permintaan terhadap barang dan jasa yang diproduksi perusahaan tidak mengalami perubahan signifikan,” jelasnya.

Sementara itu, Faisal Rachman Ekonom Bank Mandiri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa menembus angka 5,17 persen walau ada kenaikan suku bunga acuan.

Dia melihat, ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di tengah ketidakpastian global. Salah satu indikatorrnya, neraca transaksi berjalan terus dan mencatat surplus di Kuartal IV 2022 berkat harga komoditas yang tinggi.

Di sisi lain, dia meminta Pemerintah waspada dengan pertumbuhan impor yang mengejar pertumbuhan ekspor.

Faisal bilang, pelemahan ekspor masih akan berlanjut seiring penurunan harga komoditas pada 2023. Sedangkan pertumbuhan impor akan terus menguat karena didorong membaiknya mobilitas masyarakat dan aktivitas investasi.

“Impor terus menguat di tengah pemulihan ekonomi yang kuat. Sementara, ekspor berisiko melemah karena meningkatnya kekhawatiran akan resesi global,” tambahnya.

Lebih lanjut, Faisal menyebut sektor modal dan keuangan akan terus menghadapi risiko penurunan. Penurunan itu akibat angka inflasi global yang terus naik dan memaksa adanya kebijakan normalisasi moneter global yang lebih agresif.

Kondisi itu akan memicu arus modal keluar (capital outflow) dan berisiko mempengaruhi portofolio investasi.

“Satu-satunya sumber arus masuk akan berasal dari investasi langsung, didorong pemulihan ekonomi domestik yang solid dan keberhasilan industri hilir,” timpalnya.

Lalu, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS juga diperkirakan tidak akan selemah sekarang. Rupiah diprediksi akan menguat.

“Kami memperkirakan nilai tukar Rupiah berada di kisaran Rp15.186/Dollar AS pada akhir tahun 2022. Rata-rata sekitar Rp15.080/Dollar AS sepanjang tahun,” pungkasnya.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Rabu, 13 November 2024
31o
Kurs