Kamis, 25 April 2024

Keputusan Dedolarisasi Negara ASEAN Bawa Banyak Keuntungan untuk Indonesia

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi - Dolar Amerika Serikat. Foto: Unsplash

Dalam hasil KTT ASEAN 2023 para pemimpin negara-negara di ASEAN menyepakati untuk dedolarisasi atau meninggalkan dolar Amerika Serikat (AS). Pemimpin ASEAN sepakat untuk memperkuat penggunaan mata uang lokal sebagai alat transaksi bilateral.

Negara-negara ASEAN bahkan mendukung pembentukan Gugus Tugas yang bertugas sebagai pengembangan Kerangka Transaksi Mata Uang Lokal ASEAN.

Menanggapi keputusan para pemimpin negara ASEAN itu, Dr. Deddy Marciano Kepala Program Studi Management Universitas Surabaya (Ubaya) mengatakan bahwa dedolarisasi ini membawa banyak keuntungan bagi Indonesia.

Menurutnya, manfaat pertama yang bisa dirasakan yakni ekonomi Indonesia tidak lagi tergantung dengan kondisi dolar AS. Sehingga meskipun dolar naik maupun turun ekonomi Indonesia tidak terpengaruh.

“Dengan adanya dedolarisasi, portofolio devisa kita semakin banyak. Dulu, portofolio devisa kita 80-90 persen berbentuk dolar, namun dengan adanya dedolarisasi maka mata uang semakin beragam,” jelasnya saat on air dalam program wawasan di Radio Suara Surabaya, Rabu (17/5/2023).

“Yang kedua, lebih murah. Misalnya ketika transaksi dengan China menggunakan dolar, maka perlu dikonversi dulu ke dolar lalu ke yen sehingga menjadi dobel dan biaya menjadi tinggi. Tapi jika langsung rupiah menjadi yuan otomatis memotong biaya dan menjadi murah,” tambahnya.

Kemudian, Indonesia tidak lagi bergantung dengan kondisi yang dialami AS. “Kalau selama ini Amerika batuk pilek, kita ikut meriang,” kata Deddy. Namun, saat ini apapun kondisi AS tidak akan berpengaruh terhadap Indonesia karena ketergantungan terhadap dolar tidak setinggi seperti sebelumnya.

Meskipun banyak membawa keuntungan yang positif bagi Indonesia, ada juga dampak negatif yang bisa dirasakan Indonesia yakni bisa mengurangi transaksi perdagangan dengan negara yang maih menggunakan dolar sebagai alat transaksi.

“Kalau kita mengambil langkah dedolarisasi, kan mungkin masih ada negara yang masih tergantung dengan dolar. Jika memaksakan transaksi bilateral, kan gak mungkin. Sehingga otomatis negara itu masih menggunakan transaksi dengan dolar, sehingga transaksinya lebih berkurang”, ucapnya.

Namun, Deddy menjelaskan, jika negara-negara melakukan dedolarisasi maka keuntungan perdagangan bilateral antar negara bisa dirasakan langsung kedua negara itu.

Ia menganggap, manfaat pemotongan biaya transaksi bagi dua negara yang sedang melakukan transaksi adalah kedua negara itu bisa menikmati keuntungan. Selama ini, dirinya menambahkan, AS selalu merasakan keuntungan karena penggunaan dolar AS dalam transaksi.

“Artinya biaya itu memberikan nilai tambah bagi kedua negara. Menguntungkan di perekonomian, barang jadi lebih murah, perusahaan profitnya naik, dan masyarakat bisa mendapatkan barang dengan lebih murah,” imbuhnya.

Sebelumnya, dilaporkan banyak negara yang berupaya mengurangi penggunaan dolar AS untuk meminimalisasir dampak jika terjadi gejolak keuangan global.

Melihat hal tersebut, kemudian muncul kekhawatiran bahwa AS akan melakukan taktik-taktik baru agar negara-negara yang melakukan dedolarisasi kembali menggunakan dolar sebagai mata uang untuk bertransaksi.

Deddy menjelaskan bahwa secara politik hal tersebut bisa saja terjadi, mengingat negara yang lebih kuat selalu bisa menekan negara yang lebih kecil.

“Semuanya kembali pada prinsip ekonomi, kalau menguntungkan kenapa tidak,” kata Deddy.

Namun saat ditanya apakah pihak AS akan marah terhadap kondisi tersebut, Deddy menjelaskan bahwa hal tersebut tidak terlalu membawa pengaruh terhadap AS.

Ia menjelaskan, bagaimanapun kondisi ekonomi AS, hal tersebut tidak mempengaruhi dolar. Namun, kondisi buruk ekonomi AS bisa berdampak pada value mata uang negara lain.

“Seburuk apapun ekonomi AS, kalau banyak permintaan atas dolar AS dari negara lain masih kuat, maka berdampak pada mata uang kita. Tapi ketika permintaan dolar kuat dan ekonomi AS turun maka itu tidak mempengaruhi dolar. Beda jika Indonesia mengalami masalah, maka rupiah pasti bermasalah,” jelasnya.

Di sisi lain, dengan adanya dedolarisasi, Deddy Marciano mengharapkan tidak ada lagi dominasi ekonomi dan akan ada ekonomi lebih merata yang tidak didominasi oleh satu negara serta tidak ada negara yang menekan negara lain.

“Harapannya dengan dedolarisasi, ada ekonomi yang lebih kuat lagi, misalnya India. Artinya kalau selama ini didominasi dolar AS, sekarang suda ada portofolio kedua, yakni China. Lalu ada yang ketiga, yaitu India. Lama-lama akan terjadi portofolio yang bagus,” terang Deddy

Ia menekankan, bahwa langkah para pemimpin negara-negara ASEAN untuk dedolarisasi itu sangat bermanfaat di sektor ekonomi negara ASEAN.

“Transaksi antar negara ASEAN semakin naik, nilai tambah yang didapatkan masing-masing negara meningkat, dan harapannya pertumbuhan ekonomi meningkat, serta kesejahteraan masyarakat naik,” pungkasnya. (ihz/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs