Kamis, 16 Mei 2024

Sebagian Petani Memproduksi Garam Dengan Rumah Kaca

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan

Sebagian petani garam di Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur, kini memproduksi garam dengan teknologi rumah kaca.

“Jenis teknologi rumah kaca ini diterapkan masyarakat petani garam di Desa Pademawu Timur, Kecamatan Pademawu, Pamekasan,” kata Nurul Widiastutik Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pamekasan di Pamekasan, Selasa (22/9/2015) seperti dilansir Antara.

Di desa itu, terdapat tiga bangunan rumah kaca dengan ukuran 7×75 meter, 7×40 meter dan 10×15 meter dengan jumlah total meja kristalisasi yang digunakan sebanyak 760 buah, ukuran 80×110 cm. Satu bangunan lagi berisi sebanyak 700 petak meja kristalisasi dengan ukuran 80×150 cm dan 60 petak dengan ukuran yang sama.

Menurut Nurul, hasil produksi garam rumah kaca ini dalam kisaran antara 20 hingga 30 kilogram per petak dengan harga yang cukup tinggi, yakni Rp3.000 per kilogram. “Hasil produksi garam rumah kaca ini dipasarkan ke Jepang dan kualitasnya memang sangat bagus,” katanya menjelaskan.

Hanya saja, produksi garam rumah kaca ini memang sangat terbatas dan tidak semua petani garam di Pamekasan bisa memproduksi garam menggunakan teknologi ini, karena biayanya sangat mahal.

Produksi garam dengan rumah kaca ini merupakan satu dari lima jenis produksi garam yang dilakukan masyarakat petani garam Pamekasan. Empat jenis teknologi pengolahan garam lainnya masing-masing Maduris Tradisional, Maduris Geoisolator, Teknologi Ulir Filter dan Portugis.

Teknologi Maduris Tradisional adalah teknologi yang sudah lama diterapkan oleh sebagian petambak garam rakyat di Pamekasan. Teknologi ini menggunakan media tanah pada meja kristal. Pada umumnya, teknologi ini membutuhkan sekitar 10 hingga 15 hari untuk panen.

Teknologi Maduris Geoisolator merupakan pengembangan dari teknologi Maduris Tradisional.

Pada teknologi ini, menggunakan media geoisolator/geomembran pada meja kristalisasi. Jenis geoisolator yang digunakan pada umumnya mempunyai ketebalan 0,2 hingga 0,7 mm dengan jenis HDPE (High density polyethylene) dan LDPE (Low Density Polyethylene).

Pada awal penerapannya, teknologi ini hanya digunakan oleh tambak garam perusahaan, namun karena produksi dan kualitas yang lebih menguntungkan, akhirnya jenis teknologi ini diikuti oleh petambak garam rakyat.

Teknologi Ulir Filter merupakan teknologi baru dalam pengelolaan air dalam proses evaporasi.

Dalam teknologi ini dilakukan penyempitan petakan-petakan peminihan hingga membentuk ulir, pada inlet dan outlet disertakan saringan (filter) yang tersusun dari ijuk, batu, pasir, ziolit dan arang.

Namun, jenis teknologi ini, juga tidak banyak diterapkan masyarakat petambak garam Pamekasan. “Saat ini yang mengaplikasikan teknologi ulir filter masih satu kelompok usaha garam, yakni Kugar Bunga Matahari di Desa Pademawu Timur, Kecamatan Pademawu,” kata Kepala DKP Nurul Widiastutik menjelaskan.

Luas lahan tambak garam yang menerapkan teknologi ulir filter ini sekitar 5 hektare.

Sementara pada teknologi pengolahan garam Portugis, ialah sistem pengolahan lahan yang hampir sama dengan Maduris. Namun yang berbeda hanya pada meja kristal yang digunakan.

Pada sistem Portugis, media yang digunakan pada meja kristal adalah garam yang dibiarkan menjadi plat sebagai dasar meja. Untuk menghasilkan plat ini dibutuhkan waktu antara 35 hari hingga 40 hari, baru bisa mulai memproduksi garam pungut.

Menurut Nurul Widiastutik, petambak garam yang menerapkan teknologi ini adalah Kelompok Usaha Garam (Kugar) Kota Baru, Desa Pademawu Timur, Kecamatan Pademawu dengan luas lahan 14,8 hektare. (ant/dwi/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 16 Mei 2024
29o
Kurs