Jumat, 19 April 2024

Karyawan Freeport Ancam Tutup Kantor Pemerintah Mimika

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan

Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mengancam akan menutup kantor Sentra Pemerintahan Kabupaten Mimika jika pemerintah tidak segera menindaklanjuti tuntutan mereka.

“Kami akan tutup kantor sentra pemerintahan kalau pemerintah pusat tidak segera normalisasi kembali Freeport hingga 120 hari batas waktu berakhir,” kata Mikhael Adii, juru bicara aksi demo, saat berorasi di halaman kantor Sentra Pemerintah Kabupaten Mimika di Timika, Kamis (23/3/2017) seperti dilansir Antara.

Ia mengklaim Freeport dan karyawannya telah memberi sumbangan besar kepada pemerintah, termasuk pemerintah daerah, antara lain dalam membangun kantor Sentra Pemerintahan Kabupaten Mimika.

Mereka juga mengungkapkan kekecewaan karena menilai Bupati Mimika Eltinus Omaleng tidak konsisten mengikuti kesepakatan bersama untuk menyampaikan aspirasi mereka saat demonstrasi pertama 17 Februari di kantor Sentra Pemerintah Kabupaten Mimika.

“Kami kecewa dengan Pak Bupati. Ia pergi sendiri ke Jakarta dan memperjuangkan kepentingan pribadi dengan minta saham,” tuturnya.

Demonstran, yang meliputi karyawan perusahaan dan keluarga mereka, menyampaikan orasi selama kurang lebih 30 menit lalu berkonvoi dengan kendaraan roda dua dan empat menuju bundaran Timika Indah dengan kawalan polisi.

PT Freeport Indonesia tidak lagi melakukan ekspor konsentrat tembaga, emas dan perak sejak 12 Januari 2017, setelah pemerintah tidak lagi mengizinkan perusahaan tambang melakukannya.

Pemerintah meminta Freeport mengganti rezim Kontrak Karya yang ditandatangani tahun 1991 menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dengan mengubah kontrak karya ke IUPK sebagaimana amanat Undang-Undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batubara, PT Freeport dan perusahaan-perusahaan pertambangan lain di Indonesia wajib membangun industri pemurnian di dalam negeri, mengikuti aturan pajak terbaru terkait ekspor konsentrat dan mengubah luasan wilayahnya hingga maksimal 25 ribu hektare.

Buntut dari kebijakan itu, sejak 10 Februari operasional tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia sementara berhenti beroperasi, karena PT Freeport hanya bisa memasok 40 persen produksi konsentratnya ke pabrik pengolahan di PT Smelting Gresik, Jawa Timur.

Setelah penerapan kebijakan itu, PT Freeport dan perusahaan kontraktor serta perusahaan privatnya mulai merumahkan sebagian karyawan.

Pemerintah dan PT Freeport Indonesia belum sepakat mengenai perpanjangan kontrak perusahaan tambang tersebut. (ant/dwi/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 19 April 2024
33o
Kurs