Kamis, 25 April 2024

Memaknai Nyepi dengan Sikap Saling Menghargai dan Menjaga Keharmonisan

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Umat Hindu berangkat dari Pura Agung Jagat Kalana di Jalan Lumba-Lumba, Tanjung Perak Surabaya ke Pantai Arafuru, Kompleks Akademi Angkatan Laut, Surabaya, Minggu (3/3/2019). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1941/2019 mengusung tema “Melalui Catur Brata Penyepian Kita Sukseskan Pemilu 2019”. Prof. Nyoman Sutranta anggota Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat mengatakan, rangkaian prosesi Nyepi harus dimaknai dengan sikap saling menghargai dan menjaga keharmonisan antar sesama.

Misalnya, tidak mudah percaya dengan berita hoaks, saling menghormati satu sama lain meskipun berbeda pandangan, pendapat dan pilihan. Dengan demikian, kata dia, Pemilu 2019 dapat terlaksana dengan lancar dan damai.

“Dengan Catur Brata Penyepian ini, diharapkan manusia akan terlahir suci kembali, dan mampu menjaga hubungan harmonis antar sesama, baik dengan Tuhan dan dengan lingkungannya,” kata Nyoman, Minggu (3/3/2019).

Nyoman menjelaskan, ada beberapa rangkaian prosesi Nyepi yang dilakukan Umat Hindu. Salah satunya adalah upacara Melasti yang digelar hari ini di Pantai Arafuru, Kompleks Akademi Angkatan Laut, Surabaya.

Melasti ini, kata dia, merupakan prosesi untuk membersihkan kotoran dari dalam tubuh dan pikiran manusia. Sebab, banyak perilaku manusia yang tanpa disadari telah melukai hati orang lain sehingga menjadi kotoran di dalam batin.

“Ada tiga tempat yang harus kita buang kotorannya. Yang pertama, kotoran yang ada di bumi ini. Yang kedua, kotoran yang ada di diri kita dan ketiga kotoran yang ada di masyarakat. Semua kotoran itu datang dari perbuatan kita, seperti berbohong, memfitnah, menyakiti orang lain,” kata dia.

“Kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kita bisa mendapatkan tirta suci, yang kita ambil di tengah laut. Kita di tengah laut membuang ayam, dan sesajen. Artinya kita membuang kebodohan dan kesombongan kita,” jelasnya.

Setelah itu, Umat Hindu akan melaksanakan Tawur Agung Kesanga pada Rabu (6/3/2019) pagi dan sore harinya dilanjutkan dengan seni ogoh-ogoh di Pura Segara Kenjeran. Nyoman mengatakan, ada sekitar 14 ogoh-ogoh sebagai simbol dari pembuangan kotoran-kotoran dalam diri manusia.

“14 ogoh-ogoh itu kan sebagai simbol dari pembuangan kotoran-kotoran tersebut. Ogoh-ogoh itu kan isinya raksaka, isinya binatang, kita membuang sifat-sifat itu,” kata dia.

Kemudian, puncak Nyepi adalah Catur Brata Penyepian di rumah masing-masing. Dalam prosesi ini, Umat Hindu akan melakukan meditasi total selama 24 jam. Di mana, Umat Hindu tidak boleh melakukan empat hal.

Pertama, tidak boleh menyalakan api. Yang dimaksud api adalah mengarah pada sifat atau ego manusia. Seperti misalnya tidak diperkenankan marah, atau cemburuh yang dapat mengakibatkan keributan atau melukai orang lain.

Kedua, tidak melakukan kegiatan. Seperti, makan, minum, nonton tv, menggunakan handphone, dan lain sebagainya. Ketiga, tidak bepergian. Hal ini, dilakukan agar fikiran manusia bisa mengendalikan hal-hal yang negatif.

“Yang keempat, kita kendalikan badan kita supaya tidak terikat oleh duniawi. Artinya, tidak bekerja. Kita benar-benar meditasi di dalam rumah selama 24 jam atau kita puasa. Setelah Nyepi, kita melakukan Dharma Santi” kata dia.

Melalui prosesi itulah, Nyoman berharap momen Nyepi ini bisa membangun kehidupan yang rukun dan damai. Sehingga pelaksanaan Pemilu 2019 pada 17 April mendatang bisa rukun dan damai.

“Kita siap melawan hoaks, dan siap melaksanakan pesta demokrasi dengan kondisi yang damai dan pikiran yang suci,” kata dia. (ang/iss)

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
27o
Kurs