Jumat, 29 Maret 2024
Ramadan Muram Keluarga Pedagang Daging Ayam (4)

Berhadapan dengan Aturan Rumah Sakit

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Grafis : Purnama suarasurabaya.net

Rina masih yakin, Budi, suaminya, tidak terjangkit Covid-19. Keyakinan itu bertumpu pada hasil swab di Rumah Sakit Premiere Surabaya, 18 Mei lalu. Suaminya, juga dirinya dan Adi, kakak iparnya, dinyatakan negatif Covid-19.

Hanya Sulis, istri Adi, yang dinyatakan positif Covid-19. Perempuan yang bekerja di salah satu pabrik biskuit di kawasan Rungkut itu langsung menjalani observasi di Asrama Haji Surabaya.

Jumat malam 22 Mei, sekitar pukul 20.45 WIB, taksi daring yang mereka tumpangi tiba rumah sakit swasta di Kecamatan Tambaksari. Atas rekomendasi dokter ahli saraf di Jalan Arjuno, Rina membawa suaminya ke sana.

Sudah sejak kematian kedua orang tuanya, Budi selalu mengeluhkan pusing di kepalanya. Rina menduga, vertigo suaminya kambuh karena beban psikologis yang sangat berat.

Alim (72 tahun) dan Sari (65 tahun), orang tua Budi yang sehari-hari berdagang daging ayam di Pasar Simo Surabaya, meninggal karena terjangkit Covid-19 pada akhir April dan awal Mei.

Di IGD, dokter jaga menangani Budi. Dokter itu menerapkan rapid test. Lalu foto toraks. Juga cek darah lengkap. Hasil tes cepat, Budi tetap non reaktif. Namun, hasil foto toraks menunjukkan ada gejala pneumonia di paru-paru Budi.

“Dari hasil toraksnya dokter memutuskan suamiku harus swab. Malam itu juga diswab. Sempat observasi di IGD, suamiku dipindah ke ruang isolasi sementara. Ruangan di lantai atas waktu itu penuh semua,” ujarnya.

Dokter jaga saat itu memberikan penjelasan singkat soal kebijakan rumah sakit tentang penanganan pasien berpotensi Covid-19. Terutama soal administrasi biaya.

Kalau suaminya, yang sehari-hari berdagang daging ayam bersamanya di Pasar Balongsari Surabaya terbukti Covid-19, dia tidak bisa dirawat sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Aturan di rumah sakit swasta ini hampir mirip dengan aturan di rumah sakit swasta di Sukomanunggal, tempat Rina mengantar kedua paman suaminya, di hari keluarnya hasil swab RS Premiere.

Bedanya, kalau di rumah sakit Sukomanunggal dipatok uang pangkal Rp20 juta, di rumah sakit di Kecamatan Tambaksari itu tidak disebut berapa biaya yang harus dibayar Rina.

Rina tidak bisa menolak aturan itu. Harapannya saat itu cuma satu, suaminya segera sembuh seperti sediakala. Sehingga mereka bisa kembali berdagang di Pasar Balongsari.

Dokter Dodo Anondo Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim mengatakan, kebijakan masing-masing rumah sakit memang berbeda. Tetapi tidak seharusnya biaya penanganan Covid-19 dibebankan kepada pasien.

“Enggak boleh,” tegas Dodo kepada suarasurabaya.net beberapa waktu lalu. “Memang tidak bisa membebankan biaya kepada pasien. Kan, sudah ditanggung oleh Kementerian Kesehatan.”

Saat ini, Dodo mengakui, belum semua rumah sakit di Jawa Timur sudah mendapat uang pengganti atas biaya penanganan pasien Covid-19 dari Kemenkes. Tetapi menurut Dodo, uang muka sudah diberikan.

Sebelum klaim biaya penanganan itu cair, Kemenkes memberikan uang muka supaya rumah sakit tidak bingung. Walaupun agak terlambat, Dodo memastikan, semua rumah sakit rujukan Covid-19 di Jatim sudah dapat uang muka itu.

Dengan adanya uang muka, tidak seharusnya rumah sakit rujukan Covid-19 milik pemerintah maupun swasta tetap membebankan biaya penanganan kepada pasien maupun kepada keluarga pasien.

Berbekal surat rujukan dari dokter saraf langganan Budi dan kartu kepesertaan BPJS Kesehatan suaminya, Rina yang tetap optimistis suaminya bukan pasien Covid-19, menunjukkan keduanya kepada petugas administrasi.

“Aku tetap menunjukkan kartu BPJS Kesehatan suamiku. Petugasnya bilang, keputusan sebagai pasien BPJS atau pasien umum menunggu triase (penentuan status pasien) dari dokter,” kata Rina.

Dengan perasaan tidak karuan, Rina menunggu suaminya di lobi. Sebenarnya lobi rumah sakit itu cukup nyaman dan lega, tapi situasi yang dia alami bikin perasaannya tidak nyaman.

Sabtu 23 Mei malam, takbir berkumandang. Besok, Umat Muslim di Indonesia menyambut Hari Kemenangan. Rina pun dapat kabar, ada ruangan yang tersedia untuk suaminya.

Sekitar pukul 22.00 WIB, Budi akhirnya ditempatkan di ruangan isolasi. Sejak saat itu, Rina sudah tidak diperkenankan menemani. Minggu pagi 24 Mei setelah Subuh, Rina pun pulang ke rumahnya di Balongsari.

Ketika sebagian tetangganya berangkat ke masjid atau Salat Id berjemaah di rumah bersama keluarga, Rina harus salat sendirian di rumahnya di Balongsari.

Menantu pasangan suami istri pedagang daging ayam di Pasar Simo, yang meninggal karena terjangkit Covid-19 itu, untuk pertama kalinya merayakan Hari Kemenangan di tengah kecemasan. Tanpa didampingi suaminya. Bersambung….(den/ipg)

Daftar artikel “Ramadan Muram Keluarga Pedagang Daging Ayam”:

  1. Corona Merenggut Orang Tua Mereka
  2. Terjangkit Covid di Pabrik Biskuit
  3. Mencari Kesembuhan di Tengah Pandemi
  4. Berhadapan dengan Aturan Rumah Sakit
  5. Berdamai dengan Diagnosis Tak Terduga
  6. Sudah Jatuh Hampir Tertimpa Tangga
Berita Terkait

Corona Merenggut Orang Tua Mereka

Terjangkit Covid di Pabrik Biskuit

Mencari Kesembuhan di Tengah Pandemi

Berdamai dengan Diagnosis Tak Terduga

Sudah Jatuh Hampir Tertimpa Tangga


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
27o
Kurs