Kamis, 28 Maret 2024

Pakar Epidemiologi: PSBB Skala Komunitas Jauh Lebih Substansial

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya saat menggelar video conference bersama Prof Pandu Riono di Halaman Balai Kota Surabaya, Senin (8/6/2020). Foto: Istimewa

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya tidak seharusnya diterapkan dalam skala kota atau kabupaten. Namun, lebih tepat jika diterapkan dalam skala lebih kecil seperti berbasis komunitas, lingkup kampung atau RW.

Sebab, penerapan PSBB skala kota/kabupaten dampak yang ditimbulkan juga begitu besar, salah satunya aspek ekonomi dan sosial di masyarakat. Hal itu disampaikan Prof Pandu Riono saat menggelar video conference bersama Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya di Halaman Balai Kota Surabaya, Senin (8/6/2020).

“Dengan PSBB berskala komunitas itu akan lebih substansi. Karena yang menjaga, yang mengawasi dan semuanya adalah anggota komunitas. Sehingga pemerintah daerah/kota itu hanya memberikan bantuan yang diperlukan kepada kebutuhan spesifik tertentu,” kata Prof Pandu, berdasarkan rilis yang diterima suarasurabaya.net.

Namun demikian, Prof Pandu menyatakan, ketika PSSB ini diterapkan dalam skala komunitas, maka protokol-protokol kesehatan harus tetap berjalan. Seperti tidak bepergian jika tidak ada keperluan. Kemudian keluar rumah harus menggunakan masker, serta rajin mencuci tangan.

“Supaya kita membuat virus itu tidak pergi dari satu orang ke orang lain. Jadi kewajibannya adalah semua masyarakat wajib menggunakan masker bila keluar. Itu vaksin yang kita punya,” katanya.

Ahli Epidemiologi yang menjadi rujukan nasional ini menjelaskan, ketika di suatu wilayah ditemukan warga yang terpapar Covid-19, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi atau penelusuran. Mulai jumlah warga yang terpapar hingga ada berapa rumah tangga yang terinfeksi.

Dari hasil itu, kata dia, bisa diambil kesimpulan melalui pendekatan-pendekatan yang harus dilakukan kemudian. Seperti, apakah perlu dilakukan karantina skala rumah atau lingkup kampung.

“Jadi pendekatannya karantina rumah, atau karantina kampung. Jadi tidak perlu sampai karantina kota. Karena karantina kota itu dampaknya besar untuk seluruh anggota dan penurunan corona ini kan sebetulnya klaster per klaster,” ujar Prof Pandu.

Anggota Tim Gugus Tugas Nasional sebagai pakar modelling ini mengakui, bahwa sebenarnya identifikasi-identifikasi tersebut telah diterapkan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya di Kota Pahlawan. Bahkan, hal ini telah berjalan di Surabaya melalui Satgas Covid-19 Wani Jogo Suroboyo di tingkat kampung atau RW.

“Nah klaster-klaster itu sebetulnya kan Ibu Risma sudah identifikasi, bagus menggunakan konsep kampung, konsep RW. Itu jauh lebih substansi dan jauh lebih bertahan lama,” terangnya.

Di sisi lain, lanjut dia, bahwa prinsip-prinsip simple memang yang seharusnya dilakukan dalam mengatasi pandemi ini. Yakni, melalui test massal, kontak tracing dan isolasi. Ia menilai bahwa selama ini Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menerapkan semua itu.

“Ibu (Risma) sudah melakukan itu semua. Jadi itu prinsip-prinsip yang simple dan sangat sederhana yang memang harus dilakukan dalam mengatasi pandemi ini,” paparnya.

Oleh karena itu, ia menyimpulkan, bahwa dalam upaya mengatasi pandemi ini ada hal yang perlu diteruskan dan dilakukan monitoring. Prof Pandu menyebut, seperti test massal, tracing dan isolasi yang telah berjalan di Surabaya perlu diteruskan.

Namun, untuk monitoring karantina wilayah mungkin bisa lebih substance lagi, misal dalam lingkup komunitas, rumah atau perkampungan.

“Dengan demikian kita bisa lebih strategis supaya semua bisa kembali bekerja pulih,” terangnya.

Meski demikian, pihaknya juga mendorong masyarakat agar berperilaku aman. Artinya, disiplin dalam menerapkan protokol-protokol kesehatan. Dengan demikian, diharapkan maka penularan virus itu bisa dihindari dan penyebarannya bisa segera terputus.

“Jadi yang paling penting kita terus melakukan upaya-upaya ini supaya juga masyarakat aman, bersih, bahwa sebenarnya perilaku aman itu kesadaran kita bersama,” tegasnya.

Sementara itu, Risma menyampaikan, sebelumnya ia telah mengusulkan kepada Gubernur Jawa Timur agar PSBB di Surabaya tidak diperpanjang supaya ekonomi masyarakat dapat berjalan. Namun, ketika PSBB skala kota ini dihentikan, maka jangan sampai nanti angka penularan itu bertambah.

“Jangan sampai karena itu kemudian kita naik lagi. Artinya kita harus sangat-sangat disiplin, menjaga (physical distancing) dan menjaga kebersihan,” kata dia.

Sebab, ketika kelonggaran itu sudah berjalan otomatis pergerakan manusia atau penduduk akan semakin banyak. Karenanya, Risma menegaskan kepada masyarakat agar tetap mematuhi protokol-protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Artinya, setiap individu harus sangat-sangat disipin dalam mematuhi protokol yang telah ditetapkan.

“Kita sudah menyiapkan protokol untuk aktivitas di Surabaya. Jadi tolong protokol itu diikuti dengan ketat, kalau tidak mau sakit atau tidak mau dipisahkan (karantina) dengan keluarga kita, maka kita harus disiplin,” jelas dia.

Saat ini, Risma menyatakan, bahwa Pemkot Surabaya sudah menyiapkan protokol-protokol untuk seluruh aktivitas di Kota Pahlawan. Misalnya, di pusat perbelanjaan, untuk tempat pembayaran atau kasir harus dilengkapi dengan tirai. Tujuannya, agar antara pedagang dan pembeli tidak terjadi kontak langsung.

“Begitu kita buka (PSBB) itu maka jumlah ketemu orang akan semakin tinggi, kalau kemarin hanya usaha tertentu yang buka. Tapi begitu kita buka, kemungkinan orang datang akan banyak sekali,” pungkasnya. (ang/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 28 Maret 2024
28o
Kurs