Sabtu, 20 April 2024

Dianggap Merugikan, Indra Lesmana dan Beberapa Musisi Pencipta Lagu Tolak PP Nomor 56/2021

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Konferensi pers Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI), Senin (20/12/2021). Foto: Istimewa

Beberapa musisi dan pencipta lagu yang tergabung dalam Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI) minta pemerintah segera membatalkan dua kebijakan yang mengatur soal royalti yang mereka anggap merugikan para musisi.

Dalam konferensi pers secara virtual, AMPLI menyebut dua kebijakan tersebut masing-masing Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

AMPLI merasa dua kebijakan tersebut telah menimbulkan pertanyaan dan gejolak terutama bagi para musisi dan pencipta lagu. Alih-alih membantu tata kelola industri musik Indonesia menjadi lebih baik, tapi justru berpotensi melanggengkan praktik pengambil alihan fungsi negara oleh korporasi yang ditunjuk tanpa proses yang transparan dan akuntabel.

Indra Lesmana inisiator AMPLI menjelaskan,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHak Cipta), telah memberikan landasan hukum bagi pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berbentuk badan usaha nirlaba dan juga Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang berbentuk lembaga bantu pemerintah sebagai lembaga penarik, penghimpun, dan pendistribusian royalti.

Sebagaimana tersirat dalam UU Hak Cipta, kata Indra, pembentuk undang-undang telah menyadari sepenuhnya bahwa masalah royalti sebagai amanah dari pencipta, haruslah diurus dan ditangani secara transparan oleh lembaga-lembaga non- komersial.

“Namun ternyata Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021) serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 20Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan PP 56/2021 (Permenkumham 20/2021) sebagai aturan turunan dari UU Hak Cipta, telah memperkenankan pihak ketiga berbentuk perusahaan swasta (korporasi) untuk ikut mengambil alih fungsi penarikan, penghimpunan dan distribusi royalti, dengan dalih pembentukan Sistem Informasi Musik dan Lagu (SILM),” ujar Indra dalam konferensi pers, Senin (20/12/2021)

Lebih jauh lagi, kata Dia, Permenkumham 20/2021 (sebagai aturan pelaksanaan dari PP 56/2021) ternyata memberikan kewenangan yang berlebih kepada sang korporasi, bukan hanya sebagai vendor untuk membangun SILM, tapi juga mengambil alih seluruh kewenangan dan fungsi LMKN, dengan atribut sebagai “pelaksana harian”,dan diberikan hak untuk memotong 20% (dua puluh persen) dari royalti yang ditarik dan dihimpun untuk kepentingan “dana operasional”.

Sehingga, menurut Indra, potongan yang semula hanya 20% (dua puluh persen) untuk dana operasional LMK (termasuk LMKN) bertambah 20% (dua puluh persen) lagi. Padahal, dalam UU Hak Cipta, potongan maksimal seharusnya hanya 20% (dua puluh persen).

“Kebijakan ini jelas bertentangan dengan UU Hak Cipta dan sangat merugikan para pencipta lagu,” tegasnya.

Terlebih lagi, lanjut Indra, saat perjanjian antara LMKN dengan korporasi tersebut ditandatangani pada tanggal 19 Mei 2021, satu di antara komisioner LMKN ternyata juga memiliki saham pada korporasi yang ditunjuk sebagai pembangun SILM dan “pelaksana harian”, sehingga jelas sekali terjadi konflik kepentingan.

“Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi, sudah seharusnya menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam negara res publica yang berarti negara mengutamakan kepentingan orang banyak,” jelas Indra.

Indra menjelaskan, penyerahan kewenangan pelaksana harian LMKN kepada suatu korporasi tentunya telah bertentangan dengan prinsip res publica. Penyerahan kewenangan pelaksana harian kepada korporasi juga merupakan pengulangan sejarah zaman orde baru, dan bertentangan serta melawan semangat reformasi, di mana negara membuat regulasi yang menyerahkan kewenangannya untuk mengurus kepentingan publik kepada korporasi.

“Yang kita tahu seperti kasus monopoli cengkeh dan perdagangan jeruk di era Orde Baru, berakhir tragis dengan hancurnya harga cengkeh dan jeruk, dan malah menjadi melaratnya para petani komoditi tersebut. Apakah kita semua saat ini secara sadar ingin mengulang sejarah kelam tersebut?” Ungkap Indra.

Indra mengatakan, ketentuan dalam PP 56/2021 dan Permenkumham 20/2021 telah menyerahkan kewenangan yang sangat besar kepada korporasi (apalagi penunjukan dilakukan secara tertutup, tidak transparan dan terindikasi mengandung konflik kepentingan), tanpa melalui uji publik dan konsultasi dengan para pencipta dan para pemangku kepentingan yang lain.

Tanpa adanya pengaturan dan distribusi royalti yang transparan, akuntabel, mengutamakan penyelarasan dengan hukum, kata Indra, tata kelola industri musik yang menjadi penopang keberlanjutan budaya Indonesia tidak dapat berkembang dengan sebagaimana mestinya.

Untuk itu, Indra menegaskan, AMPLI menolak ketentuan-ketentuan dalam PP 56/2021 dan Permenkumham 20/2021 yang memberikan pihak swasta kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti. Dan karenanya AMPLI meminta PP56/2021 dan Permenkumham 20/2021 dibatalkan.

AMPLI juga menolak segala kebijakan pemerintah yang membuka pintu bagi pihak swasta untuk mengambil alih peran negara dalam melaksanakan kewenangan penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti yang merupakan kewenangan Negara, serta mendorong pemerintah Republik Indonesia untuk membangun Pusat Data Lagu dan Musik (PDLM) serta SILM bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual selaku regulator pengelolaan hak cipta.

AMPLI mendorong LMKN untuk memperbaiki kinerja dan transparansinya untuk kembali membangun kepercayaan publik selama pengembangan PDLM dan SILM.

Berdasarkan hal-hal tersebut, lanjut Indra, AMPLI mengajak seluruh pelaku industri musik untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah serta perkembangan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan industri musik dan pengelolaan hak cipta demi tumbuhnya tata kelola industri musik yang sehat dan berkelanjutan.

Sekadar diketahui, selain Indra Lesmana sebagai Inisiator AMPLI, beberapa Musisi/Pencipta Lagu yang hadir dalam konferensi pers secara virtual tersebut di antaranya Cholil Mahmud, Endah Widiastuti, Melly Goeslaw, Eros Chandra, Tompi, Yovie Widianto, Once Mekel, dan Eva Celia.(faz/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 20 April 2024
30o
Kurs